Sosok.ID - Amerika Serikat, sedang mengalami kekacauan seteleh meninggalnya George Floyd.
Seperti diketahui, Floyd tewas setelah lehernya diinjak oleh seorang polisi selama 8 menit.
Parahnya, Floyd telah meronta kesakitan dan mengatakan bahwa ia tak dapat bernapas.
Namun polisi tersebut hanya diam dan masih menindih leher Floyd hingga akhirnya meninggal dunia.
Kematian pria berkulit hitam itu memicu reaksi protes dunia.
Warga Amerika berbondong-bondong turun ke jalan meminta keadilan, sebab rasisme di negeri Paman Sam dianggap keterlaluan.
Kisruh kian memuncak hingga menjalar di berbagai wilayah Amerika Serikat.
Mulai dari warga biasa, artis, hingga anak para pejabat ikut turun berdesakan di tengah pandemi Covid-19 yang mengintai negara tersebut.
Sementara Presiden Amerika Serikat Donald Trump, malah bersembunyi di bunkernya.
Melnsir The Quint, Trump pada Senin (1/6/2020) pagi dalam sebuah panggilan konferensi, mengkritik otoritas setempat yang dianggapnya 'tidak tegas' kepada para demonstran.
Ia kemudian mendesak agar para gubernur di seluruh negara bagian "mendominasi" protes yang sedang berlangsung atas pembunuhan George Floyd.
"Anda harus menangkap orang, Anda harus melacak orang, Anda harus memasukkan mereka ke penjara selama 10 tahun dan Anda tidak akan pernah melihat hal ini lagi," kata Trump, dikutip dari CNN.
"Jika Anda tidak mendominasi, Anda membuang-buang waktu," katanya, melansir The Quint.
Pernyataan Trum sontak menuai kontroversi.
Terlebih Trump dikabarkan bakal mengerahkan militernya untuk menindak para demonstran dan kerusuhan di AS.
Menanggapi hal tersebut, kepala polisi Houston Art Acevedo dalam sebuah wawancara dengan CNN menyarankan Trump untuk 'tutup mulut'.
Ucapan dan tindakan Trump dikhawatirkan hanya akan memperkeruh suasana yang sudah kacau di negara itu.
"Izinkan saya mengatakan ini kepada Presiden Amerika Serikat, atas nama kepala polisi negara ini: tolong, jika Anda tidak memiliki sesuatu yang konstruktif untuk dikatakan, tutup mulut," kata Acevado.
Dia menambahkan, "Ini bukan tentang dominasi, ini tentang memenangkan hati dan pikiran."
Acevado juga meminta Trump untuk tidak membahayakan nyawa kaum muda.
Sebab dalam aksi protes yang rusuh itu, ia menempatkan banyak polisi laki-laki dan perempuan di usia awal 20an tahun di situasi yang sangat berisiko.
Baca Juga: Walau Amerika Sudah Lepas Tangan, Inggris Akan Tetap Mendukung Kemerdekaan Hong Kong dari China
Art Acevedo mengatakan, dirinya tidak ingin masyarakat bingung dan tidak bisa membedakan antara kebaikan dengan kelemahan.
“Kalau Anda tidak punya sesuatu untuk dikatakan, seperti Forrest Gump, jangan bicara. Itu adalah prinsip dasar kepemimpinan, dan saat ini kita lebih membutuhkan kepemimpinan dari sebelumnya,” ungkapnya.
Sebelumnya, ketika protes meningkat di seluruh Amerika Serikat, beberapa polisi berlutut dan berjalan dalam solidaritas dengan demonstran, mengutuk kematian Floyd.
Banyak pejabat negara termasuk Gubernur California juga telah menolak seruan Trump untuk 'mendominasi'.
Protes di Amerika telah menjalar di lusinan kota.
Aksi itu berujung pada kekerasan dan penjarahan yang mengkhawatirkan.
Dikutip dari NPR, Presiden Trump mengancam akan mengerahkan militer AS ke kota-kota atau negara-negara yang tidak mengambil tindakan keras.
Trump menyatakan dirinya "presiden hukum dan ketertiban" dan "sekutu dari semua pengunjuk rasa damai," tetapi ia menyebut kerusuhan dengan kekerasan yang telah menyertai banyak demonstrasi "aksi teror domestik."
"Ini bukan aksi protes damai. Ini adalah aksi teror domestik. Penghancuran kehidupan orang tak bersalah, dan menumpahkan darah orang tak bersalah, merupakan pelanggaran terhadap kemanusiaan dan kejahatan terhadap Tuhan," kata Trump.
Dia menambahkan: "Negara kita selalu menang. Itulah sebabnya saya segera mengambil tindakan presiden untuk menghentikan kekerasan."
Sementara itu, Trump telah memperingatkan pemrotes aksi militer.
Berbicara dari Gedung Putih Rose Garden pada hari Senin, ia mengatakan protes keras di Washington DC atas kematian George Floyd adalah "memalukan".
Ia memperingatkan bahwa jam malam akan "ditegakkan secara ketat," bahkan ketika demonstran didorong keluar dari taman oleh otoritas di depan alamatnya.
Floyd, diketahui meninggal pada 25 Mei 2020 lalu setelah ia dijepit di leher oleh seorang petugas kepolisian Minneapolis.
Banyak protes telah mencengkeram berbagai bagian Amerika Serikat dalam lima hari terakhir.
(Rifka/Sosok.ID)