Sosok.ID - Jawa Timur, masih menjadi provinsi dengan konfirmasi kasus Covid-19 terbanyak setelah DKI Jakarta.
Salah satu pusat penyebaran virus corona di Jawa Timur yakni di Surabaya.
Beberapa waktu lalu, media menyoroti adanya hubungan yang memanas antara Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dengan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini.
Hal ini disebabkan adanya klaster sebaran virus dari pabrik Sampoerna Surabaya.
Khofifah sempat menuding pemkot Surabaya tidak bergerak cepat dengan adanya kasus tersebut.
Namun pihak Risma membantahnya, menyebut justru jajaran pemerintah Surabaya lah yang lebih dulu mengambil tindakan atas klaster di pabrik Sampoerna.
Sementara baru-baru ini, Risma disebut keberatan dengan jumlah pasien di rumah sakit rujukan Surabaya yang justru didominasi oleh pasien luar kota.
Melansir Tribun Cirebon, Walikota yang dikenal berani ini naik pitam kala tahu pasien corona dari Surabaya malah menjalani karantina mandiri.
Baca Juga: Perangi Virus Corona, Risma Bagi-bagi 1.000 Gelas Ramuan Jahe Buatannya untuk Warga Surabaya
Usut punya usut, ruang isolasi di RS rujukan Surabaya telah kelebihan kapasitas karena ratusan pasien dari luar kota telah menghuninya.
Risma pun menyayangkan, karena warga di daerahnya justru tak kebagian ruang.
Hal ini disampaikan Risma kala menggelar pertemuan dengan perwakilan IDI Surabaya dan Persi Jatim di Halaman Balai Kota Surabaya, Senin (11/5/2020).
"Masa di kota sendiri (Surabaya), kita enggak dapat tempat perawatan," kata Risma, dikutip Sosok.ID dari Tribun Cirebon, Rabu (13/5).
Risma kemudian mencontohkan RS Soewandhie Surabaya yang penuh dengan pasien luar kota.
Semuanya dirujuk ke Surabaya. Sementara, pasien asal Surabaya malah tidak dapat tempat," keluh Risma.
Menurut Risma, ia selama ini sudah selalu mengalah RS di daerahnya digunakan pasien luar daerha.
Namun ia tak mengerti mengapa pasien positif Covid-19 harus selalu dirujuk ke Surabaya.
Baca Juga: Anies Baswedan Menikmati Bully-an, Jalan Politiknya Disebut Sosok Ini Makin Berkibar di Atas Angin
"Kenapa kok diterima terus dari luar. Padahal sudah ada rumah sakit rujukan di Jawa Timur yang sudah ditunjuk. Kan tidak fair kalau kemudian semua dibawa ke Surabaya," kata Risma.
Risma mengaku memahami adanya keterbatasan fasilitas rumah sakit di daerah lain.
Hanya saja, kata Risma, ada baiknya alur rujukan rumah sakit diatur dengan lebih jelas, agar tidak semuanya dirujuk ke Surabaya.
Ia bahkan mengklaim, sebanyak 50 % pasien di RS Surabaya dipenuhi warga luar kota.
"Kalau hitungan saya, pasien (luar Surabaya) itu ada sebanyak 50 persen. Jadi kadang mereka datangnya ke UGD, di RS Soewandie, di RS BDH, itu ada pasien luar Surabaya," ujarnya.
Terlebih kala pasien luar kota datang ke rumah sakit memboyong keluarga, Risma menilai hal itu dapat membahayakan keluarga yang sehat.
"Kalau dia OTG lalu pergi ke mana-mana (jalan-jalan) di Surabaya, misalnya ke warung makan dan tempat lain, tentu ini yang membuat berat kepada kami di Surabaya," kata Risma.
"Kalau dia bawa keluarga, sedangkan di salah satu keluarganya sudah ada yang positif, ini sungguh berat ke kami," tambahnya.
Baca Juga: Kabar Tak Menyenangkan, Jokowi Naikkan Iuran BPJS Walau di Tengah Pandemi Corona
Risma mengimbau agar warga patuh dengan protokol kesehatan Covid-19.
Ia juga menyarankan agar pasien dengan gejala yang tak terlalu parah untuk tak langsung dirujuk ke RS Surabaya.
"Kalau sedang-sedang saja dan masih bisa diatasi di daerah asal, kenapa harus dirujuk ke rumah sakit di Surabaya? itu yang berat bagi kami dan sudah kami sampaikan ke PERSI dan IDI. Semoga segera ada solusi," katanya. (*)