Pertempuran juga meletus di daerah pedesaan dan perbatasan Myanmar, antara militer dan kelompok pro-demokrasi yang telah mengangkat senjata serta kelompok etnis bersenjata.
Di tengah meningkatnya kekerasan, ASEAN mengambil langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya tahun lalu dengan melarang Min Aung Hlaing dari pertemuan puncak pada bulan Oktober.
Namun, blok tersebut tetap terbagi dalam masalah ini, dengan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen mendukung keterlibatan dengan para jenderal Myanmar.
Pemimpin Kamboja itu mengunjungi Myanmar pada Januari dan bertemu Min Aung Hlaing, sebuah perjalanan yang dikhawatirkan oleh beberapa anggota ASEAN dapat ditafsirkan sebagai pengesahan pemerintah militer.
Secara terpisah, Dewan Keamanan PBB pada hari Rabu mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa pihaknya sangat prihatin dengan keadaan darurat yang terus berlanjut yang diberlakukan oleh militer di Myanmar.
Mereka mendorong pembicaraan untuk menyelesaikan situasi sesuai dengan keinginan dan kepentingan rakyat.
Pernyataan itu disetujui oleh 15 anggota badan paling berkuasa di PBB itu.
Ia juga menyerukan pembebasan semua orang yang masih ditahan secara sewenang-wenang, termasuk Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint.
“Anggota Dewan Keamanan menyatakan keprihatinan mendalam atas kekerasan lebih lanjut baru-baru ini di negara itu dan menyatakan kekhawatirannya atas sejumlah besar pengungsi internal."
"Mereka mengutuk serangan terhadap infrastruktur, termasuk fasilitas kesehatan dan pendidikan,” katanya. (*)