Sosok.ID - Sebelum menjadi negara yang berdiri sendiri, Timor Leste merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Namun, Tomor Leste akhirnya memutuskan untuk memisahkan diri dari NKRI.
Sayang, bukannya semakin sejahtera, Timor Leste justru terseok-seok sejak merdeka.
Di awal kemerdekaan, muncul berbagai konflik yang membuat negara ini kacau balau.
Setelah konflik berakhir pun, negara ini masih berkubang dalam penderitaan.
Sejak resmi berpisah dengan NKRI pada 2002, Timor Leste hingga kini masih mendapat predikat negara termiskin.
Padahal, bila ditelisik, wilayah Timor Leste menyimpan harta karun dunia yang bernilai fantastis untuk sebuah negara kecil seperti Bumi Lorosae.
Harta karun yang dimaksud adalah cadangan minyak yang tersimpan di wilayah negara Timor Leste.
Lantas apa yang membuat Timor Leste sulit keluar dari zona kemiskinan meskipun memiliki cadangan minyak berlimpah?
Melansir dari Intisari Online, Rabu (10/11/2021), Timor Leste rupanya melakukan beberapa proyek infrastruktur dengan skala menakjubkan sejak merdeka.
Proyek tersebut diharapkan dapat menjadi sumber ekonomi pengganti saat cadangan minyak dan gas di Timor Leste sudah mengering nanti.
Namun, rupanya cita-cita tersebut sulit untuk dicapai.
Anggaran tahunan Timor Leste mencapai 1,3 miliar USD sampai 1,4 miliar USD di mana lebih dari 90% sumber dana diambil dari perminyakan, lapor theguardian.com.
Bahkan lebih dari 16.2 miliar USD cadangan kekayaan negara diambil dari ladang minyak dan gas Bayu-Undan.
Menggunakan dana tersebut, Pemerintah Timor Leste jor-joran membangun proyek yang tersebar di seluruh negara.
Beberapa di antaranya adalah proyek Jembatan Oecusse, bendungan irigasi, pelabuhan, hingga bandara internasional yang kabarnya akan menjadi yang terbesar di Timor Leste.
Hampir 500 juta USD dikerahkan untuk membangun proyek-proyek tersebut.
Pembangunan tersebut turut membuat para ahli bertanya-tanya soal keefektifan cara tersebut untuk mengentaskan Timor Leste dari krisis ekonomi.
“Tidak ada pembangunan di seluruh dunia yang tanpa risiko,” kata mantan perdana menteri dan sekarang kepala proyek Oecusse, Mari Alkatiri.
"Saya percaya bahwa jika Anda tidak mengambil risiko, Anda tidak akan pernah mendapatkan apa-apa."
Tetap saja pengamat khawatir, bahkan kelompok-kelompok pengawas telah mengkritisi transparansi dan akuntabilitas terkait proyek-proyek tersebut.
Mereka menyebut, tidak ada investasi swasta yang signifikan untuk meningkatkan dana publik.
Juga tidak ada analisis biaya-manfaat atau risiko publik.
Belum lagi banyaknya proyek yang terhenti di tengah jalan karena hasilnya yang tak memuaskan.
Keadaan Timor Leste juga turut membuat PBB khawatir.
Mengingat Timor Leste merupakan negara kedua yang bergantung pada minyak di dunia.
Mengkhawatirkannya, cadangan minyak dan gas di Timor Leste diperkirakan akan habis dalam beberapa tahun ke depan.
Perselisihan kepemilikan dengan Australia atas cadangan lebih lanjut di Laut Timor sedang dalam arbitrase di Den Haag.
Pemerintah Timor Leste sendiri telah mengatakan akan membuat undang-undang yang ketat terkait penggunaan dana perminyakan.
Tujuannya untuk menjaga stabilitasnya.
Namun, hal itu tampaknya berbanding terbalik dengan realita.
Dimana dana minyak justru dihambur-hamburkan untuk proyek-proyek besar.
Alih-alih membuat proyek, Timor Leste disarankan untuk mencari cadangan dana.
Agar peristiwa kelaparan di masa lalu tidak terulang kembali.
(*)