Melansir dari Kompas.com, Humaidi menceritakan pengalamannya tak bisa masuk ke pesawat penjemput saat kawan-kawan lain saat ini telah bisa berkumpul dengan keluarga di Indonesia.
Ketika tim evakuasi datang, dirinya dan dua teman lainnya bisa sampai ke bandara dan bersiap untuk masuk ke pesawat.
Namun sebelum masuk ke pesawat terdapat beberapa pemeriksaat kesehatan terlebih dahulu, termasuk dirinya juga harus diperiksa.
Pertama-tama para WNI diminta mengisi formulir terkait kesehatan mereka, di situ titik awal menurutnya yang menjadi penyebab ia tak jadi dievakuasi pulang ke tanah air.
Saat itu Humaidi mengisi kolom keterangan sedang menderita batuk hingga membuatnya tertahan tak bisa masuk ke pesawat.
Humaidi diminta untuk cek suhu tubuh sebanyak empat kali bersama kedua temannya karena kedua temannya itu juga memiliki suhu tubuh tinggi.
Mereka bertiga pada akhirnya tidak bisa dievakuasi."Saya tidak tahu media-media di Indonesia dapat info dari mana. Ada media yang mengatakan WNI di Wuhan sebanyak 7 orang. 4 orang memutuskan tinggal, sedangkan 3 lainnya tertahan. Nah, itu kan info yang salah. Justru 4 orang itulah termasuk saya yang ingin pulang. Sedangkan 3 orang lainnya memang memutuskan tinggal."
"Saya juga sedih dengan nasib teman saya di Jingzhou (Kris) yang juga ketinggalan evakuasi. Dia perempuan lho, seorang diri di sana. Nangis-nangis dia. Lalu berita yang salah itu muncul membuat kami merasa Indonesia telah melupakan kami. Untung saja saya dan dua teman lain juga tertinggal, jadi Kris tidak merasa sendiri," ungkap Humaidi dalam wawancaranya melalui aplikasi WeChat, yang dikutip dari Kompas.com.
Meski kecewa terhadap layanan evakuasi pemerintah Republik Indonesia, Humaidi mengaku kalau dirinya dan kawan-kawan mendapatkan bantuan logistik berupa obat-obatan dan masker.