Sosok.id - Mengawali tahun 2020, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar operasi tangkap tangan .
Operasi di bawah kepemimpinan KPK Firli Bahuri ini telah dilaksanakan dua kali.
Operasi pertama berhasil menangkap Bupati Sidoarjo Saiful Ilah di Sidoarjo, Jawa Timur.
Sementara operasi kedua KPK berhasil mengamankan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Melansir dari Kompas.com danTribunnews, Wahyu Setiawan ditangkap saat hendak terbang ke Bangka Belitung untuk melaksanakan tugas pada Rabu (8/1/2020).
Usai menjalani pemeriksaan 1x24 jam, KPK menetapkan Wahyu sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait penetapan anggota DPR RI periode 2019-2024 melalui mekanisme pergantian antar-waktu.
Wahyu disangkakan telah menerima uang dari politis PDIP Harun Masiku yang ingin menggantikan Nazarudin Kieman yang telah meninggal dunia.
Terkait penetapan Wahyu Setiawan sebagai tersangka ini, Ketua KPU Arief Budiman akan melaporkannya pada Presiden RI Joko Widodo.
Hal itu disampaikan oleh Arief usai menghadiri konferensi pers penetapan Wahyu Setiawan sebagai tersangka di Gedung Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (9/1/2020).
"Pertama, tentu kepada Presiden karena pengangkatan, pemberhentian itu kan dibuat oleh Presiden. Maka kami akan laporkan kepada Presiden," kata Arief, seperti dikutip dari Tribunnews.
Selain itu, pihak Arief juga akan melaporkan hal ini kepada DPR dan DKPP.
Adapun, laporan tersebut merupakan bentuk tanggung jawab KPU.
Sebab, DPR merupakan bagian dari proses rekrutmen, sementara DKPP menyangkut soal etik.
"Kedua, kami juga akan sampaikan pemberitahuan kepada DPR. Karena kan proses rekrutmen itu di DPR ya," jelas Arief
"Ketiga, kami akan sampaikan juga ke DKPP, karena prosesnya ini kan juga menyangkut persoalan etik. Jadi kami akan sampai kan ke DKPP," tambahnya.
Kiprah Wahyu Setiawan
Seperti yang telah disebutkan di awal, Wahyu Setiawan adalah komisioner KPU.
Wahyu sendiri merupakan sosok yang dengan lantang mengatakan bahwa seorang mantan koruptor dilarang ikut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Bahkan, ia membandingkan para koruptor dengan pezina.
Melansir dari Kompas.com, Wahyu mengatakan, seorang pezina, pemabuk, dan pejudi saja dilarang untuk "nyalon".
Apalagi seorang mantan koruptor yang daya rusak sosialnya tinggi.
"Saya tidak mengecilkan pelanggaran asusila tidak, tetapi bisa dibayangkan kalau kemudian orang yang berjudi saja terbukti bahwa dia berjudi, melanggar hukum saja tidak boleh menjadi calon, bagaimana dengan mantan korupsi. Logikanya di mana?" kata Wahyu pada Kompas.com di Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (5/11/2019).
Walaupun kala itu aturan tentang larangan mantan koruptor tak boleh "nyalon" masih belum ditetapkan secara resmi di UU Pilkada.
Namun, Wahyu mengatakan pihaknya akan tetap menjalankan peraturan itu.
"Berdasarkan putusan rapat pleno KPU, KPU tetap akan mencantumkan dalam norma PKPU bahwa calon kepala daerah maupun calon wakil kepala daerah itu harus memenuhi syarat. Salah satu syaratnya adalah bukan mantan narapidana korupsi," ujar Wahyu.
Melihat kenyataan yang dialami Wahyu Setiawan kini sungguh sangat ironis.
Pasalnya, ia yang membuat aturan melibatkan mantan koruptor, kini malah menjadi tersangka dalam kasus korupsi.
Dengan ditangkapnya Wahyu, semakin menambah daftar panjang anggota KPU yang terjerat kasus korupsi.
Sebelumnya, empat mantan anggota KPU, Rusadi Kantaprawira, Nazaruddin Sjamsuddin, Mulyana W Kusuma, dan Daan Dimara telah menjadi tersangka kasus korupsi.(*)