Melansir dari Kompas.com, Wahyu mengatakan, seorang pezina, pemabuk, dan pejudi saja dilarang untuk "nyalon".
Apalagi seorang mantan koruptor yang daya rusak sosialnya tinggi.
"Saya tidak mengecilkan pelanggaran asusila tidak, tetapi bisa dibayangkan kalau kemudian orang yang berjudi saja terbukti bahwa dia berjudi, melanggar hukum saja tidak boleh menjadi calon, bagaimana dengan mantan korupsi. Logikanya di mana?" kata Wahyu pada Kompas.com di Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (5/11/2019).
Walaupun kala itu aturan tentang larangan mantan koruptor tak boleh "nyalon" masih belum ditetapkan secara resmi di UU Pilkada.
Namun, Wahyu mengatakan pihaknya akan tetap menjalankan peraturan itu.
"Berdasarkan putusan rapat pleno KPU, KPU tetap akan mencantumkan dalam norma PKPU bahwa calon kepala daerah maupun calon wakil kepala daerah itu harus memenuhi syarat. Salah satu syaratnya adalah bukan mantan narapidana korupsi," ujar Wahyu.
Melihat kenyataan yang dialami Wahyu Setiawan kini sungguh sangat ironis.
Pasalnya, ia yang membuat aturan melibatkan mantan koruptor, kini malah menjadi tersangka dalam kasus korupsi.
Dengan ditangkapnya Wahyu, semakin menambah daftar panjang anggota KPU yang terjerat kasus korupsi.