Di sisi lain Washington telah meningkatkan upaya retorika dan diplomatiknya menantang Beijing dalam beberapa masalah.
Termasuk mempertanyakan laporan penahanan massal Muslim Uighur di Xinjiang serta pengesahan undang-undang keamanan nasional di Hong Kong, sejak Joe Biden menjabat sebagai presiden setahun yang lalu.
Ia juga telah mengirim beberapa kapal induk dan kapal perang untuk menegaskan hak “kebebasan navigasi” di Laut China Selatan.
Adapun AS juga mengkonsolidasikan aliansinya dengan kekuatan regional lainnya seperti India, Jepang dan Australia melalui kelompok Indo-Pasifik Quad.
Klaim tumpang tindih
Selain China, sebagian Laut China Selatan juga diklaim oleh Taiwan serta negara tetangga seperti Filipina, Vietnam, Brunei, dan Malaysia.
Dalam beberapa tahun terakhir, China telah meningkatkan kehadiran militernya di wilayah tersebut dengan membangun pulau-pulau buatan dan pangkalan udara, di mana ia telah memasang sistem rudal dan peralatan lainnya.
Apa yang disebut milisi maritim China telah dikerahkan, dan dituduh "melecehkan" nelayan dari Filipina dan "mengerubungi" bagian laut di dalam zona ekonomi eksklusif Manila.
Pada bulan Oktober, Malaysia menuduh China "merambah" ke lautnya.
Kegiatan tersebut telah mengubah perairan regional yang kaya sumber daya menjadi titik nyala potensial, yang mengancam akan mengganggu perdagangan global senilai $5 triliun.