Sosok.ID - Departemen Luar Negeri AS mempertanyakan klaim kedaulatan Beijing atas lebih dari 100 fitur di Laut China Selatan.
Aktivitas China di Laut China Selatan, termasuk "klaim bersejarah" di hampir semua bagian dari rute perdagangan vital "sangat merusak supremasi hukum" di lautan dan ketentuan yang diakui secara universal dalam hukum internasional.
Mengutip Al Jazeera, Minggu (16/1/2022), hal itu disampaikan oleh AS dalam kesimpulannya di sebuah laporan.
Departemen Luar Negeri AS mengatakan dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada hari Rabu (12/1/2022) bahwa efek keseluruhan dari klaim Beijing membawa dampak buruk.
"(Beijing) secara tidak sah mengklaim kedaulatan atau beberapa bentuk yurisdiksi eksklusif atas sebagian besar Laut China Selatan".
“Untuk alasan ini, Amerika Serikat dan banyak negara lain telah menolak klaim ini demi tatanan maritim internasional berbasis aturan di Laut China Selatan dan di seluruh dunia.”
Laporan tersebut, berjudul Limits in the Seas, mengatakan bahwa selain dari kurangnya “konten substantif”, deklarasi China tentang “hak bersejarah” atas laut seluas 3,5 juta km persegi (1,35 juta mil persegi) “kurang karena ketidakjelasannya”.
“RRT telah menyatakan bahwa hak historisnya 'dilindungi oleh hukum internasional,' tetapi belum memberikan pembenaran hukum untuk klaim semacam itu,” kata laporan itu merujuk pada negara dengan nama resminya, Republik Rakyat Tiongkok (RRC).
China mengutip apa yang disebutnya "sembilan garis putus-putus" untuk menegaskan haknya atas seluruh Laut China Selatan.
Sementara pengadilan internasional di Den Haag menyatakan klaim tersebut “tidak memiliki dasar hukum” berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut yang ditandatangani oleh Beijing, setelah Filipina, yang juga mengklaim bagian dari Laut China Selatan, mengajukan tuntutan tindakan hukum terhadap Beijing.