Pada kenyataannya, Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk mendiversifikasi pasokan vaksinnya dan telah menegaskan kembali komitmennya terhadap pendekatan yang damai dan sah untuk menangani masalah Laut China Selatan.
Indonesia menegaskan enggan memihak China maupun Amerika Serikat (AS) atas sengketa di Laut China Selatan.
Selain itu Indonesia juga berulang kali menegaskan bahwa Laut Natuna Utara adalah milik NKRI, sebara keras China berusaha merebutnya.
Melihat vaksin Sinovac mencakup sekitar 38 persen dari total pesanan pemerintah, SCMP menyoroti bahwa Indonesia mencoba untuk tidak ketergantungan bantuan China.
Apalagi, dari perspektif pemerintah Indonesia, pengadaan vaksin dari China dan sumber eksternal lainnya hanyalah strategi jangka pendek untuk meredam pandemi.
“(Indonesia) masih harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan vaksin di dalam negeri,” kata Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro.
Strategi ini akan membantu mencegah Indonesia sepenuhnya bergantung pada vaksin impor, termasuk dari produsen China.
Selain menghindari ketergantungan pada China, alasan lain untuk diversifikasi adalah efektivitas vaksin China yang relatif rendah (50,4 persen untuk Sinovac, 79 persen untuk Sinopharm dan 66 persen untuk CanSino).
Sementara negara-negara kaya menimbun lebih banyak vaksin yang dapat diandalkan dari Pfizer-BioNTech, Moderna, Novavax dan AstraZeneca, pasar China berfokus pada negara-negara berkembang.