Latihan tersebut dilakukan di saat AS mulai kembali sering melakukan operasi pengintaian jarak dekat di wilayah pesisir China maupun di lingkungan hidrologi di Laut China Selatan.
Menurut data pemantauan yang dirilis oleh South China Sea Strategic Situation Probing Initiative (SCSPI), sebuah wadah pemikir yang berbasis di Beijing, AS mengirim pesawat pengintai dari berbagai jenis.
Termasuk drone pengintai maritim MQ-4C, pesawat mata-mata EP-3E dan sebuah pesawat pengintai strategis RC-135U, ke Laut Cina Selatan pada hari Rabu, Kamis dan Sabtu, dan kapal pengintai laut USNS Impeccable ke wilayah tersebut pada hari Jumat.
Pakar militer China menyampaikan kepada Global Times pada hari Minggu, dikutip Sosok.ID, mengatakan bahwa operasi semacam ini memiliki signifikansi militer karena memungkinkan AS untuk mengumpulkan intelijen militer di Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) dan lingkungan hidrologi di laut.
Hal in termasuk menguping komunikasi PLA, belajar pola sinyal elektromagnetik peralatan China dan penanaman perangkat sonar bawah air untuk melacak kapal selam PLA.
Prancis juga mengirim kapal serbu amfibi dan fregat pada pertengahan Februari, dan mereka dijadwalkan untuk transit di Laut Cina Selatan dua kali, navalnews.com yang berbasis di Paris melaporkan pada 18 Februari.
Menurut rencana rute dalam laporan navalnews.com, kapal perang Prancis dijadwalkan berlayar melalui Selat Qiongzhou, laut pedalaman Tiongkok antara Semenanjung Leizhou dan provinsi pulau Hainan.
AS berusaha menahan China dengan mengumpulkan sekutu Baratnya ke Laut China Selatan, yang memiliki lebih banyak kepentingan politik daripada militer, kata para analis.
Li Jie, pakar angkatan laut yang berbasis di Beijing, kepada Global Times mengatakan, China diperkirakan akan terus menghadapi tekanan dari laut, karena AS, sekutunya, dan India dapat terus menimbulkan masalah.