Sosok.ID - Seorang mantan pejabat tinggi intelijen administrasi Donald Trump mengklaim Rabu (10/2/2021) bahwa pemerintah China memerintahkan para ilmuwan untuk mengembangkan virus corona baru.
Dikutip Sosok.ID dari Anadolu Agency, John Ratcliffe, direktur intelijen nasional terakhir pemerintahan Trump menentang temuan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Ia menjalani sekitar delapan bulan menolak klaim WHO. Menurutnya tidak ada cukup bukti bahwa virus corona alias Covid-19 telah menyebar di Wuhan sebelum Desember 2019.
"Apa yang dikatakan WHO kemarin benar-benar tidak jujur," kata Ratcliffe kepada Fox News.
Ia menambahkan bahwa beberapa intelijen yang dia kumpulkan dengan mantan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo menunjukkan bahwa militer China memerintahkan para ilmuwan di Institut Virologi Wuhan untuk bereksperimen dengan virus corona sedini mungkin di tahun 2017.
Ratcliffe menyelidiki asal-usul virus corona dan menemukan fakta mengejutkan tersebut.
"Beberapa dari virus itu 96,2% secara genetik mirip dengan virus Covid-19 saat ini," kata Ratcliffe.
"Dan lebih jauh lagi, beberapa ilmuwan yang bekerja pada virus corona serupa itu menjadi sakit dengan gejala mirip Covid pada musim gugur 2019," kata Ratcliffe.
Ratcliffe mengakui bahwa WHO memang melakukan penyelidikan.
Namun menurutnya, selama dua minggu WHO hanya berbicara dengan ilmuwan dan dokter yang dipilih oleh Partai Komunis China di bawah pengawasan mereka.
Ratcliffe juga mempertanyakan mengapa pejabat China terkesan ketakutan hingga membungkam para dokter dan ilmuwan di awal temuan Covid-19.
Tidak sedikit warga sana (Tiongkok) yang berbicara tentang upaya pemerintah China membungkam mereka untuk tidak berbicara mengenai virus ini.
"Jika ini adalah virus yang muncul secara alami seperti yang diisyaratkan WHO kemarin, jika itu masalahnya dan tidak ada yang bisa disalahkan untuk ini, mengapa pejabat China menekan dan membungkam dokter, ilmuwan, dan jurnalis agar tidak menulis tentang itu?" Kata Ratcliffe.
"Jika tidak ada yang bisa disalahkan, mengapa pejabat China mencegah ilmuwan dan dokter terbaik dunia datang ke Wuhan?" tambahnya. (*)