Hubungan Moskow telah disorot pada hari-hari seputar kudeta. Rusia melenturkan kekuatan diplomatiknya dengan China untuk melindungi junta Myanmar dari teguran internasional, memblokir kecaman atas kudeta oleh Dewan Keamanan PBB.
Baca Juga: Malaysia Ajak Indonesia Serta ASEAN Tanggapi Kudeta Junta Militer Myanmar
Beberapa hari sebelum kudeta, Menteri Pertahanan Rusia Jenderal Sergei Shoigu mengunjungi Myanmar untuk menyelesaikan kesepakatan pasokan senjata baru: sistem rudal permukaan-ke-udara Pantsir-S1, drone pengintai Orlan-10E, dan peralatan radar.
"Layaknya teman setia, Rusia selalu mendukung Myanmar di saat-saat sulit, terutama dalam empat tahun terakhir," kata Min Aung Hlaing yang dikutip media Rusia saat kunjungan menteri.
Media yang berbasis di Myanmar mencatat hubungan erat antara kedua jenderal pada malam kudeta.
Min Aung Hlaing dilaporkan telah mengunjungi Rusia enam kali, termasuk Juni lalu untuk menandai Hari Kemenangan tahunan ke-75 di negara itu, yang memperingati kekalahan Nazi Jerman dalam Perang Dunia II.
Kudeta tersebut mencegah Liga Nasional untuk Demokrasi Aung San Suu Kyi, partai politik paling populer di Myanmar, untuk menjalankan masa jabatan keduanya setelah menang telak dalam pemilihan umum November.
Kekalahan partai pro-militer pada pemungutan suara mendorong Min Aung Hlaing untuk mempertanyakan hasil secara terbuka, memberikan petunjuk awal tentang intervensi militer untuk membatalkan mandat NLD.
Analis militer Myanmar mengatakan giliran Min Aung Hlaing ke Rusia untuk mendapatkan aset mengikuti arahan baru yang dia berikan kepada Tatmadaw ketika negara, yang sebelumnya bernama Burma, memulai transisi tentatifnya menuju demokrasi pada 2011 setelah 50 tahun pemerintahan militer yang menindas.
Dia berusaha mengubah militer menjadi "tentara standar" dari warisannya sebagai kekuatan kontra pemberontakan yang telah memerangi kelompok pemberontak etnis separatis.
Baca Juga: Xi Jinping Dituduh Dukung Upaya Kudeta Myanmar, China Meradang