Sosok.ID-Delapan belas tahun berlalu sejak Timor Leste memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sebelumnya meraih kemerdekaannya sendiri, Timor Leste adalah bagian dari Indonesia.
Namun sejak referendum PBB tahun 2002, Bumi Lorosae memutuskan untuk melepaskan diri dari NKRI dan menjadi negara merdeka.
Di masa lalu, rakyat Timor Leste pro-kemerdekaan tak hentinya melakukan perlawanan untuk bisa melepaskan diri dari Indonesia.
Hal itu konon dikarenakan penderitaan yang didapat Timor Leste selama menjadi wilayah Indonesia.
Konflik, kelaparan, hingga penyakit yang terjadi selama pendudukan Indonesia disebut-sebut jadi alasan rakyat Timor Leste ingin merdeka.
Pada saat itu banyak pihak yang memandang Indonesia bertindak biadab dengan melakukan pembantaian di Timor Leste.
Meski demikian, faktanya masih ada segelintir orang Timor Leste yang pro-Indonesia, bahkan menginginkan integrasi dengan Indonesia.
Salah satunya adalah Arnaldo dos Reis Araujo, merupakan pendiri partai APODETI (Associacao Popular Democratica Timorense) yang bertujuan menyatukan Timor Leste ke Indonesia.
Awalnya Arnaldo dos Reis Araujo adalah seorang peternak, tetapi kemudian dia mengusir Portugis yang kala itu menduduki Timor Leste.
Namun pada saat itu ada tiga partai besar yang ada di Timor Leste, mereka adalah APODETI yang pro Indonesia, UDT pro dengan Portugis, dan Fretilin yang ingin Timor Leste merdeka.
Setelah mengusir Portugis situasi makin mencekam, ketika Fretilin menginginkan kemerdekaan.
Puluhan ribu rakyat Timor Leste yang menginginkan integrasi ke Indonesia menjadi korban kekejaman Fretilin.
Hingga membuat perbatasan NTT dibanjiri pengungsi dari bumi lorosae.
Pada saat itu, Arnaldo dos Reis Araujo, pegi ke Jakarta untuk minta bantuan Indonesia, setelah kembali ke Timor Leste dia ditangkap oleh Fretilin.
Akhirnya TNI turun tangan melakukan Operasi Flamboyan untuk menyelamatkan tokoh-tokoh Timor Leste yang pro Indonesia.
Sebelumnya, Arnaldo dos Reis Araujo juga diangkat sebagai gubernur pertama Timor Timor waktu itu, dengan wakil Francisco Xavier Lopes da Cruz.
Timor Timur yang menjadi wilayah NKRI ke-27 disahkan dalam UU no.7 tahun 1976, tentang pengesahan Penyatuan Timor Timur.
Timor Timur dipandang sebagai wilayah yang unik di Indonesia, karena merupakan bekas jajahan Portugis, hingga mendapat julukan 'anak yang hilang' oleh Presiden Soeharto.
Saat Timor Leste menjadi bagian Indonesia, wilayah itu dimanjakan dengan berbagai kemewahan pembangunan infrastruktur.
Mulai dari pembangunan jalan beraspal, bandara, sekolah dasar, hingga universitas dibangun di Timor Leste.
Peninggalan Indonesia yang paling mencolok di antaranya adalah, Bandara Komoro yang kini diuah menjadi Bandara Nicolau Lobato di Dili.
Kemudian kucuran subsidi dana APBN untuk menaikkan kesejahteraa rakyat Timor Leste.
Selain itu, juga dibangun patung raksasa Santo Cristo Rei, yang merupakan ikon pariwisata di Timor Leste, sebagai bentuk toleransi terhadap umat katolik.
Patung itu bahkan menjadi patung Yesus Kristus terbesar kedua di dunia setelah di Rio de Janeiro Brasil.
Hal ini menandakan meski Indonesia mayoritas muslim, juga memiliki patung Yesus Kristus terbesar kedua di dunia, untuk menghormati umat katolik di Timor Leste.
Selain itu, untuk menghormati para pahlawan Timor Timur yang berjuang merebut kemerdekaan dari Portugis.
Presiden Soeharto juga memerintahkan untuk membangun Monumen Integrasi berbentuk liurai, dengan borgol terputus kedua tangannya.
Memperingati kemerdekaan Timor Timur dari Portugis dan Integrasi ke Indonesia waktu itu.
(Afif Khoirul M)
Artikel ini telah tayang di Intisari dengan judul: Setelah Merdeka dari Indonesia Nasibnya Justru Tak Karuan, Padahal Saat Menjadi Bagian Indonesia Timor Leste Sempat Dimanjakan dengan Hal Ini
(*)