Sosok.ID - Sudah banyak berita mengabarkan kekejaman hidup di negara yang dipimpin oleh Kim Jong Un.
Kejamnya kehidupan para tahanan di kamp penjara di Korea Utara baru-baru ini terungkap.
Hal itu dibongkar oleh seorang mantan narapidana (napi) yang berhasil lolos dengan selamat dari kamp penjara Chongori.
Dilansir Sosok.ID dari Mirror, kamp penjara itu dilaporkan memiliki tingkat kematian terbanyak di Korea Utara.
Kematian para tahanan biasanya disebabkan oleh "cedera, penyakit, atau pelecehan fisik dan mental oleh sipir".
Tempat itu digambarkan "dipenuhi bau anyir dari darah serta mayat yang membusuk atau terbakar".
"Setiap hari Senin, kami membakar mayat. Ada tempat yang terlihat seperti rumah, dan kami menumpuk mayat di tangki yang ada di dalamnya.
"Fasilitas itu dipenuhi dengan bau darah dan mayat yang membusuk atau terbakar.
"Setelah mayatnya dibakar, mereka menumpuk abunya di samping tempat kremasi," ujar seorang mantan napi.
Abu tersebut, katanya, selanjutnya digunakan sebagai pupuk kompos di lahan pertanian.
"Saat hujan, abunya mengalir ke sungai, di mana para tahanan meminum dan mandi dengan airnya."
Ia juga menceritakan bagaimana nasib mayat-mayat itu bila musim hujan tiba dan tak bisa segera dibakar.
Pada satu kesempatan, mantan napi itu bahkan tersandung potongan tubuh manusia.
"Saya jatuh karena tersandung sesuatu. Saya pikir itu adalah kayu, tetapi setelah dilihat lebih dekat, ternyata itu adalah jari kaki.
"Saya mendaki gunung dan menemukan lima jari kaki. Saya sangat terkejut," katanya.
Napi yang kabur itu, yang identitasnya telah dilindungi, mengungkapkan ceritanya dalam sebuah laporan yang baru diterbitkan oleh Komite Hak Asasi Manusia di Korea Utara (HRNK).
Dalam laporan itu, diceritakan bahwa mayat-mayat yang belum dikremasi ditumpuk begitu saja di dalam gudang.
Mayat-mayat itu ada yang dimakan oleh tikus hingga membusuk.
Selain itu, HRNK sendiri telah mengungkap lokasi krematorium, gedung penjara, dan tempat kerja paksa tersebut melalui citra satelit.
Salah satu lokasi yang tertangkap adalah tambang tembaga, yang diyakini semakin mencemari air sungai yang menjadi sumber air minum para napi.
Kamp penjara Chongori, yang secara resmi disebut Kyo-hwa-so (kamp pendidikan ulang) No. 12, berada di Provinsi Hamgyong Utara, kira-kira 15 mil dari perbatasan Tiongkok.
Terdapat 5.000 napi di tempat itu di mana sekitar 60% napi dipenjara karena melintasi perbatasan secara ilegal sementara 40% lainnya dihukum karena pelanggaran ringan seperti menonton TV Korea Selatan atau negara lain.
Para napi dijadikan budak, tahanan wanita membuat wig dan bulu mata palsu serta memelihara ternak.
Sementara tahanan pria dipekerjakan untuk membuat furnitur, menambang tembaga, dan memproses bijih.
Seorang mantan napi memperkirakan bahwa, selama delapan bulan ditahan di Chongori, sudah ada 800 rekannya yang meninggal akibat kerja paksa dan kekurangan gizi.
Diperkirakan ada 120.000 orang yang diyakini ditahan di seluruh Korea Utara.
Rezim Kim Jong Un menyangkal adanya pelanggaran hak asasi manusia di dalam kamp dan hanya mengakui fasilitas semacam itu ada pada tahun 2014.
(*)