"Saat hujan, abunya mengalir ke sungai, di mana para tahanan meminum dan mandi dengan airnya."
Ia juga menceritakan bagaimana nasib mayat-mayat itu bila musim hujan tiba dan tak bisa segera dibakar.
Pada satu kesempatan, mantan napi itu bahkan tersandung potongan tubuh manusia.
"Saya jatuh karena tersandung sesuatu. Saya pikir itu adalah kayu, tetapi setelah dilihat lebih dekat, ternyata itu adalah jari kaki.
"Saya mendaki gunung dan menemukan lima jari kaki. Saya sangat terkejut," katanya.
Napi yang kabur itu, yang identitasnya telah dilindungi, mengungkapkan ceritanya dalam sebuah laporan yang baru diterbitkan oleh Komite Hak Asasi Manusia di Korea Utara (HRNK).
Dalam laporan itu, diceritakan bahwa mayat-mayat yang belum dikremasi ditumpuk begitu saja di dalam gudang.
Mayat-mayat itu ada yang dimakan oleh tikus hingga membusuk.
Selain itu, HRNK sendiri telah mengungkap lokasi krematorium, gedung penjara, dan tempat kerja paksa tersebut melalui citra satelit.
Salah satu lokasi yang tertangkap adalah tambang tembaga, yang diyakini semakin mencemari air sungai yang menjadi sumber air minum para napi.