Sosok.ID - Kemampuan bertempur pasukan militer China kembali meningkat sangat pesat.
Salah satunya dengan penemuan strategi pertempuran baru dari militer China yang ditunjukkan dalam serangkaian latihan beberapa waktu ini.
Sebelumnya, kemampuan perpaduan dua kapal induk untuk menggempur lawan dari dua sisi.
Kini China menunjukkan strategi perang terbarunya.
Mereka berhasil menguji sistem tempur baru yang mengintegrasikan kendaraan lapis baja dan kawanan drone.
Sistem tempur kendaraan lapis baja dan drone terintegrasi membuat debut publiknya dalam sebuah pernyataan yang baru-baru ini dirilis oleh pengembangnya, China Aerospace Science and Industry Corporation (CASIC), Weihutang melaporkan Rabu (9/9) seperti dikutip Global Times.
Pada Mei lalu, CASIC menyebutkan, unit yang dirahasiakan dari Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) melakukan serangkaian pelatihan dengan menggunakan dengan sistem tersebut.
Teknologi drone tersebut adalah tren strategi perang terbaru dan disebut terpenting.
Baca Juga: Taiwan Ancam Akan Jatuhkan Jet Tempur China Jika Langgar Kedaulatan Negaranya
Hal itu lantaran pesawat tanpa awak yang diproduksi massal dengan biaya rendah tersebut bisa menjangkau area cukup luas dan fleksibel.
Teknologi tempur ini pernah dipraktekkan oleh militer AS pada tahun 2018 untuk membantu pasukan darat dalam pengitaian dan dukungan udara jarak dekat serta komunikasi estafet.
Strategi tersebut dilansir oleh Weihutang yang mengutip dari rencana Departemen Pertahanan AS.
Menurut seorang ahli militer yang dikutip dari Global Times,, Kamis (10/9/2020), strategi perang seperti ini sudah lazim gunakan banyak negara.
Dengan melepaskan kawanan drone yang saling berhubungan, kendaraan lapis baja di darat bisa memahami situasi medan perang jauh lebih cepat dibanding hanya menggunakan satu drone.
Belum lagi, dapat menurunkan risiko korban ketimbang mengirim pasukan manusia, kata pakar militer itu.
Tak hanya dipersenjatai, pesawat tanpa awak juga bisa digunakan untuk misi serangan bunuh diri.
Cara perang seperti ini menurut para pakar sangat sulit untuk dicegat ataupun dihentikan.
Latihan yang digelar oleh China dalam jangka waktu yang cukup pendek serta menunjukkan strategi perang terbaru mereka ini pun membuat Taiwan berang.
Pemerintah Taiwan mengecam China atas latihan udara dan laut skala besar di lepas pantai barat daya pada Kamis (10/9/2020).
Taiwan menyebut mereka sebagai provokasi serius dan ancaman bagi lalu lintas udara internasional.
Negara kepulauan kecil itupun mendesak pemerintah China untuk menarik mundur pasukan militernya di kawasan tersebut.
Mengutip dari Reuters, konflik China dengan Taiwan memang semakin memanas setelah Tiongkok mengklaim bahwa Taiwan adalah salah satu wilayah kekuasaan mereka.
Yeh Kuo-hui, dari departemen operasi dan perencanaan Kementerian Pertahanan Taiwan, mengatakan pada konferensi pers bahwa niat China tidak dapat diprediksi.
“Kami harus melakukan semua hal untuk kesiapan perang,” kata Yeh, mengikuti briefing berita dari perwira senior yang menjelaskan aktivitas Tiongkok selama dua hari terakhir, dan menunjukkan peta pergerakan Tiongkok.
Mengutip Reuters, menurut Kementerian Pertahanan Taiwan, latihan itu dilakukan di zona identifikasi pertahanan udara Taiwan, antara daratan Taiwan dan Kepulauan Pratas yang dikuasai Taiwan.
Taiwan mengatakan China mengirim jet tempur Su-30 dan J-10 canggih untuk berpartisipasi dalam latihan tersebut.
Wakil Menteri Pertahanan Taiwan Chang Che-ping mengatakan latihan tersebut mengancam stabilitas regional dan membahayakan penerbangan internasional.
“Sekali lagi kami katakan, jangan remehkan tekad militer untuk mempertahankan rumah kami. Kami percaya diri dan mampu membela negara,” kata Chang.
Kementerian Luar Negeri Taiwan mengatakan pemerintah telah membagikan informasi terkait ancaman China terhadap negara-negara sahabat utama, yang kemungkinan merujuk ke Amerika Serikat, pemasok senjata utama Taiwan, dan pendukung internasional terpenting.
"Kegiatan PLA yang dimaksud hanyalah yang terbaru dari serangkaian tindakan PLA yang tidak stabil yang ditujukan untuk Taiwan dan wilayah yang lebih luas yang dimaksudkan untuk mengintimidasi dan yang meningkatkan risiko," demikian pernyataan Pentagon, menggunakan akronim dari Tentara Pembebasan Rakyat China.
Presiden perempuan Taiwan, Tsai Ing-wen pun telah mempersiapkan segala resiko yang semakin meningkat di kawasan teluk China tersebut.
Ia pun meningkatkan komunikasi dan penjagaan untuk mengurangi risiko salah perhitungan saat China kembali memprovokasi mereka untuk perang. (*)