Sosok.ID - Salah satu hal paling disesalkan terkait pandemi covid-19 adalah ketika masyarakat tidak mencoba mengerti kondisi dan situasi saat ini.
Banyak diberitakan selama ini, ketakutan tertular virus corona menjadikan warga di beberapa wilayah enggan menerima jenazah pasien Covid-19.
Bukan hanya mereka yang positif, beberapa daerah bahkan tak mau tempatnya digunakan sebagai pemakaman pasien suspect corona yang meninggal dunia.
Baru-baru ini seorang ketua RT di sebuah desa di Semarang dikabarkan telah ditangkap polisi sebab telah menolak jenazah perawat yang berjuang di garda depan demi rakyat.
Peristiwa-peristiwa serupa banyak terjadi di beberapa wilayah di Tanah Air, salah satunya di Kota Pasuruan, Jawa Timur.
Melansir Kompas.ID, pelaksana tugas Wali Kota Pasuruan Raharto Teno Prasetyo, Senin (13/4/2020), berusaha meyakinkan warganya agar tidak lagi menolak jenazah pasien Covid-19.
Ia mengimbau agar masyarakat tidak terlalu khawatir, sebab penanganan jenazah pasien virus corona sudah sesuai prosedur kesehatan.
Pada Jumat (10/4) lalu, warga Pasuruan dikabarkan sempat menolak pemakaman salah satu jenazah pasien corona.
Adanya aksi provokasi yang dilakukan beberapa oknum telah menyulut ketakutan warga jikalau mereka bakal tertular virus SARS-Cov-2.
”Warga yang takut dan tidak paham kemudian diprovokasi oleh provokator. Oknum yang hanya ingin mencari panggung. Ia menggerakkan anak-anak muda, yang dengan mudah digerakkan," kata Teno, dikutip dari Kompas.ID.
Beruntung, melalui kerja sama banyak pihak, jenazah warga Jakarta tersebut akhirnya berhasil dimakamkan di TPU Gadingrejo.
"Namun, setelah diberi penjelasan dan saya yakinkan, mereka akhirnya mengerti dan menerima pemakaman jenazah tersebut,” lanjutnya.
Teno meminta warganya agar tak mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan.
Karena mereka yang meninggal juga tidak menginginkannya. Teno lantas meminta warga untuk membayangkan jika mereka berada di posisi keluarga yang jenazahnya ditolak.
"Agama kita mengajarkan kita harus memuliakan jenazah. Kita harus memakamkan jenazah dengan baik. Mari kita tempatkan, kalau posisi jenazah itu adalah seperti kita atau keluarga kita,” ujarnya.
Kronologi penolakan
Penolakan di Pasuruan terjadi saat MI (62), warga asal Jakarta, ke Kota Pasuruan pada 23 Maret 2020.
Lantaran merasakan gejala flu dan batuk, MI memeriksakan diri pada 2 April 2020.
Pada 10 April 2020, ia dinayatakan positif covid-19.
Warga Pasuruan sempat menolak pemakaman jenazah karena MI dianggap bukan warga mereka.
Namun setelah dilakukan penelusuran, MI memiliki keluarga di Pasuruan, yakni istri siri.
”Kabupaten Pasuruan tidak mau menerima jenazah ini karena bukan warganya. Karena tidak ada yang mau menerima jenazah ini, termasuk keluarganya di Jakarta, kami putuskan dengan segala rasa kemanusiaan, kami menerimanya. Kami tracing, ternyata dia punya istri siri di Kota Pasuruan,” kata Teno, melansir Kompas.ID.
Seharusnya kata Teno, jenazah Covid-19 harus dimakamkan maksimal 4 jam setelah kematian.
Meski terdapat lima lokasi yang disiapkan untuk pemakaman MI, namun kondisinya tidak layak, sehingga Teno tidak setuju menggunakannya.
"Baru digali 30 sentimeter (cm) saja, misalnya, air sudah menggenang,” kata Teno mencontohkan.
Baca Juga: Dokter Muda Ini Pesimis Corona Segera Pergi dari Indonesia Gegara Ulah Tak Tahu Diri PDP Covid-19
Cium kening penggali kubur
Demi meredakan ketakutan warga, Teno bahkan rela mencium kening penggali kubur.
Ia ingin menyentuh nurani rakyatnya, meyakinkan bahwa pemakaman jenazah Covid-19 tidak sekonyong-konyong mampu menularkan virus corona.
"Tapi, setelah kami ajak dialog, saya sentuh nuraninya, bahkan saya mencium kening para penggali makam untuk meyakinkan warga, mereka akhirnya mengerti dan bubar," kata Teno kemudian.
Pemkot Pasuruan lantas memutuskan memakamkan jenazah di TPU Gadingrejo sebagai TPU terbesar di Kota Pasuruan.
”Lokasinya sudah tepat, jauh dari permukiman warga, lebih kurang 500 meter. Protap pemakamannya, termasuk semua penggali kubur, menggunakan alat pelindung diri (APD),” jelasnya. (*)