Dalam surat telegram terbitan Kapolri, jajaran Polri digiatkan untuk melakukan patroli, mengawasi perkembangan situasi dan opini di ruang siber.
Erasmus mengatakan, narasi hukuman yang dikeluarkan Polri justru membuat bingung masyarakat awam.
"Lho kok mau dihukum lagi padahal pemerintah yang bilang lapas penuh. Untuk kejahatan enggak penting dan tidak berdasar pula seperti penghinaan Presiden," ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya telah membatalkan adanya pasal penghinaan presiden dan wakil presiden dalam KUHP.
MK menilai, Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP yang tertuang dalam putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 dapat menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang rentan manipulasi.
"Bagaimana polisi dan pemerintah menyuruh kita ikut aturan, kalau mereka juga enggak mau ikutin aturan sederhana kayak putusan MK? Kan konyol ini," tandasnya
Adapun sesuai Pasal 207 KUHP disebutkan, "Barang siapa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah".
(*)