Hal ini tentu disayangkan, mengingat jika Pemerintah China tak mengabaikan peringatan Li, mungkin epidemi tersebut tak kan merebak sedemikian hebatnya seperti sekarang.
“Tiongkok harus belajar dari kasus Li dan mengadopsi pendekatan penghormatan hak untuk memerangi epidemi." ungkap Bequelin, dilansir pada Sabtu (8/2/2020).
"Tidak ada yang harus menghadapi pelecehan atau sanksi karena berbicara tentang kondisi bahaya publik, hanya karena hal itu dapat mempermalukan pemerintah." ungkapnya.
Sementara itu, dalam wawancara eksklusif dengan The New York Times, dikutip via Kompas.com, Li mengungkapkan bahwa dia segera menemukan bahwa tingkat penularan virus itu sangat tinggi.
"Saya tahu ketika saya terlibat kontak dengan pasien yang sudah tertular. Karena penyakit itu tak menunjukkan gejala tertentu, saya jadi kurang berhati-hati," ujarnya.
Karena menduga bahwa virus itu bisa menular dari manusia ke manusia, pada 30 Desember 2019, Li memutuskan untuk memperingatkan koleganya via WeChat.
Li sempat memperingatkan teman-teman sekolah kedokterannya dalam sebuah grup obrolan online, bahwa ia menemukan adanya penyakit mirip SARS.
Li menyebutkan bahwa penyakit tersebut telah melanda beberapa pasien di rumah sakit Wuhan dan semuanya dikarantina di Unit Gawat Darurat.
Pada hari yang sama ketika dr. Li menyampaikan pesannya, otoritas kesehatan setempat mengumumkan bahwa kota tersebut telah mengkonfirmasi 27 kasus virus jenis baru, kebanyakan dari mereka terkait dengan pasar makanan laut.