Sosok.id - Setelah ditangkap karena melakukan aksi pencabulan pada anak didiknya, seorang pembina pramuka menerima hukuman kebiri.
Rahmat Santoso Slamet (30) seorang pembina gerakan Pramuka di Surabaya ditangkap polisi pada Juli 2019 lalu dengan tuduhan telah melalukan aksi pencabulan terhadap 15 anak laki-laki.
Melansir dari Kompas.com, dari 15 bocah tersebut, beberapa di antaranya dalah tetangga Rahmat, sedangkan sisanya adalah anak didiknya.
Rahmat diketahui mengajar Pramuka di 5 SMP dan 1 SD swasta di Surabaya sejak 4 tahun yang lalu.
Adapun, Rahmat memulai aksinya dengan merayu para korbannya untuk datang ke rumahnya.
Modus yang digunakan oleh Rahmat adalah untuk mendalami materi Pramuka.
"Pelaku merayu para korban untuk menghadiri pendalaman materi Pramuka di rumah agar menjadi tim Pramuka elite," kata Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jatim AKBP Festo Ari Permana, seperti dikutip dari Kompas.com, Selasa (23/7/2019).
Menurut keterangan Festo, Rahmat semasa kecilnya pernah menjadi korban pencabulan.
"Pengakuan pelaku, dia semasa kecil juga pernah menjadi korban pencabulan," katanya.
Dihukum kebiri
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya pada Senin (18/11/2019) lalu, Rahmat divonis hukuman kebiri selama 3 tahun.
Setelah Hakim Pengadilan Negeri Surabaya sependapat dengan tuntutan jaksa.
Sebelumnya, pada sidang yang digelar pada Senin (4/11/2019) lalu, jaksa umum dalam perkara tersebut, Sabetania telah membacakan tuntutan berupa hukum kebiri untuk Rahmat.
Kini tuntutan tersebut sudah disetujui oleh hakim dan artinya, Rahmat akan segera mendapatkan hukumannya dalam waktu dekat.
Tak hanya dikebiri, Rahmat juga mendapat hukuman penjara selama 12 tahun dan denda sebesar Rp 100 juta subsider kurungan 3 bulan.
Ketua Majelis Hakim Dwi Purwadi mengatakan, terdakwa sebagai tenaga pendidik terbukti secara sah telah melakukan penipuan terhadap anak didiknya.
"Bahwa perbuatan terdakwa telah meresahkan masyarakat, membuat anak trauma, malu dan takut. Perbuatan terdakwa merusak masa depan anak anak," terang Hakim Dwi Purwadi.
Dalam putusannya, hakim tidak menemukan alasan pemaaf dan pembenar yang dapat membebaskan terdakwa dari pertanggungjawaban hukum.
Sehingga, kata Dwi, majelis sependapat dengan penuntut umum dengan menjatuhkan pidana pada terdakwa sebagaimana diatur dalam Pasal 82 UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Namun, saat ditanya hakim terkait vonis tersebut, terdakwa mengaku masih belum bisa menentukan sikap.
"Belum bisa memutuskan menerima atau menolak Pak Hakim," ujar Rahmat.
Sebelum Rahmat, seorang tukang las asal Mojokerto, Jawa Timur ini juga mendapat hukuman kebiri.
Sama dengan Rahmat, pemuda bernama Muh Aris (21) itu mendapat hukuman kebiri karena melakukan aksi pecabulan terhadap 9 anak perempuan.
Adapun perilaku menyimpang Aris ini sudah dilakukan sejak 2015 lalu.
Bahkan salah satu aksi bejatnya sempat terekam oleh kamera CCTV.
Muh Aris divonis pada Agustus 2019 lalu dan menjadikannya sebagai orang pertama yang mendapat hukuman kebiri.
(*)