Sosok.ID - Kali ini mungkin tak ada yang bisa menglahkan rasa sedih dan sakit hati yang dirasakan seorang lansia bernama Lessi.
Lima belas tahun berjuang seorang diri jadi pemulung demi bertahan hidup, lansia bernama Lessi ini justru berakhir disia-sia oleh anak-anaknya.
Bahkan di usianya yang sudah memasuki senja, Lessi pernah mengalami pahitnya diusir menantu sendiri dan tak diakui hanya gara-gara utang tak seberapa.
Ya, dalam hidup ini, ibu adalah sosok wanita yang harus dihormati dan disayangi sepenuh hati.
Bagaimana tidak, demi kebahagiaan dan masa depan sang anak, seorang ibu rela melakukan apa saja.
Meski pada akhirnya ia harus menanggung semua rasa sakit, bagi seorang ibu anak adalah segalanya.
Tidak ada yang tak bisa mereka lakukan untuk anaknya.
Bahkan bila suatu saat nanti sang anak akan melupakan semua pengorbanannya dan berbalik lepas tangan tak mau mengakuinya.
Seperti yang dialami selama ini oleh seorang wanita lansia bernama Lessi (61) asal Cipayung, Jakarta Timur.
Menikah di usia muda, Lessi sama sekali tidak tahu bahwa sang suami akan meninggalkannya untuk selamanya.
Di kehamilan anak kelimanya, sang suami Jarkasih meninggal dunia akibat sakit yang ia derita.
Sepeninggal sang suami, Lessi harus berjuang seorang diri demi menghidupi kelima anaknya.
Pekerjaan apapun ia lakukan, mulai dari buruh cuci baju, kuli kupasn bawang hingga jadi pemulung pun rela ia lakoni.
"Suami saya meninggal karena sakit. Waktu itu posisi saya lagi hamil anak ke-5. Apa aja saya lakuin, sampai 15 tahun lalu saya putuskan buat mulung," ungkap Lessi seperti yang dikutip Sosok.ID dari Tribun Jakarta, Rabu (6/11/2019).
Sejak saat itu, selama 15 tahun Lessi berjuang mengumpulkan sampah dan plastik kemasaan bekas demi kelima anaknya.
Lessi pun bekerja dari pagi hingga malam ranpa satu hari pun berlibur.
Puluhan kilometer pun ia tempuh setiap harinya demi mencari sesuap nasi.
Mulai dari daerah Sumir di Bekasi hingga Cipayung, Jakarta Timur pun telah menjadi wilayah langganannya mengumpulkan uang tiap sennya.
Dalam sehari, Lessi bisa mengumpulkan sekitar Rp 15 ribu hingga Rp 26 ribu dari upah mengupas bawang dan mengumpulkan botol bekas.
Setiap sen uang yang ia kumpulkan, Lessi gunakan dengan sebaik-baiknya untuk membesarkan kelima anaknya.
Kini kelima anaknya sudah dewasa dan menikah, Lessi nyatanya tak juga bisa menikmati masa tua.
Jangankan menikmati masa tua, bisa dihormati sebagai orang tua saja, Lessi sudah bersyukur.
Melansir Tribun Jakarta dan Tribun Wiki, Lessi mengaku hatinya selalu pilu bila membicarakan perlakuan anak-anak kepada dirinya.
Sudah mati-matian berjuang seorang diri membesarkan mereka tanpa sosok suami, Lessi justru tidak dipedulikan sang anak di masa senjanya.
Lessi merasa dirinya seolah sudah ditelantarkan oleh anak-anaknya sendiri.
Bayangkan saja, di umurnya yang sudah memasuki usia senja, Lessi tak pernah bisa menikmati masa tuanya.
Lessi masih harus bekerja banting tulang karena kelima anaknya tak ada yang memberinya nafkah sama sekali.
"Kalau misalnya datang pas Lebaran ngasih saya uang Rp 25 ribu. Makanya saya harus kerja buat beli makan sama ngasih cucu kalau mereka minta jajan," ucap Lessi.
Bahkan untuk sekadar tempat tinggal saja, Lessi menumpang kebaikan anak ketiganya yang bersedia berbagi rumah bersama dengannya.
Itu pun dengan syarat Lessi mau bersih-bersih rumah sebagai ganti kebaikan.
Bila Lessi tak bersih-bersih rumah lantaran terlalu capek usai memulung seharian, sang anak memberinya pandangan yang tak menyenangkan.
"Alhamdulillah ya sekarang ditampung anak ke-3. Kan dua-duanya kerja, jadi saya bantu beres-beres. Kalau saya capek abis mulung engga bersihin rumah, mukanya dia beda ke saya. Tapi ini anak yang paling mendingan dari yang lain," kata Lessi.
Mengutip Tribun Jakarta, sebelum ini Lessi sempat menumpang di rumah anaknya yang pertama beberapa tahun.
Namun entah atas alasan apa, sang menantu mengusirnya dari rumah tanpa peringatan.
Jika diingat-ingat, kejadian tersebut selalu membuat Lessi bersedih.
Pasalnya sang anak sama sekali tak membantu atau membelanya.
Jangankan membela, kata maaf saja tidak terucap dari mulut anak-anaknya.
"Saya enggak tahu salah saya apa. Tahu-tahu menantu saya bilang 'gua gamau tahu emak lu harus keluar dari rumah gua'.
Hari itu saya keluar rumah dan enggak tahu harus tinggal di mana sampai akhirnya kakak saya nampung saya.
Sedih hati saya, itu terasa nyakitinnya sampai sekarang. Kata maaf ke saya juga enggak pernah keucap sampai sekarang dari mulut mereka," lanjutnya dengan mata yang berlinang air mata
Lessi merasa dirinya selama ini hanya dianggap beban tambahan oleh anak-anaknya.
Bahkan sekadar utang tak seberapa besar jumlahnya saja masih ditagih oleh anak-anaknya.
"Kadang saya pinjam uang Rp 5 ribu aja minta diganti. Saya ngerti mereka juga pada susah, tapi masa sampai begitu banget," ungkapnya.
Kendati demikian, Lessi mengatakan tak pernah dendam karena sikap anak-anaknya.
Lessi selalu terima dengan ikhlas apa yang dilakukan anak-anaknya.
Karena ia percaya apa yang dilakukan sang anak suatu saat akan berbalas pada dirinya sendiri.
"Kalau dipikirin aja saya yang pusing dan sakit hati. Makanya saya ikhlasin aja biar enggak dendam," tandasnya.
Terkait kondisinya yang memprihatinkan, Lessi mengaku telah berusaha mencari bantuan melalui program pemerintah.
Namun sampai detik ini, Lessi tidak mendapatkan bantuan apapun.
Padahal sejauh ini dirinya sudah memberikan kelengkapan berkas penerima bantuan ke kelurahan setempat yang dibutuhkan untuk mendapatkan bantuan.
"Ngumpulin fotocopian doang, tapi kayak BLT aja belum pernah dapat. Malahan yang hidupnya lebih mendingan dari saya sudah pada dapat," katanya.
Meskipun begitu, ia mengaku sudah tak berharap banyak terhadap bantuan tersebut.
Selagi kakinya masih kuat melangkah, ia akan terus berkeliling mengumpulkan botol bekas dan berusaha tak bergantung pada anak-anaknya yang memiliki sikap tak baik terhadapnya.
"Saya enggak apa-apa begini. Mau dapat bantuan atau enggak, saya masih kuat cari uang buat beli makan.
Doa saya cuma biar anak-anak pada sadar sebelum saya meninggal. Saya ini yang berjuang buat mereka dari dulu sendirian.
Meskipun enggak dendam, tapi hati saya juga sakit lihat sikap mereka begini. Jadi saya lebih berharap mereka cepat sadar ketimbang bantuan," tandasnya.
(*)