Sehari sebelum kejadian, diketahui Herman memang diserahkan kuasa untuk mengatur gerakan guna menumpas pergerakan PKI.
Melalui wewenangnya sebagai Kepala Biro Antar Angkatan danb Kesiapsiagaan Staf Umum AD, Herman mengambil alih 10 unit truk yang berada di pool Resimen Cakrabirawa Cawang untuk Brigade Kavaleri Letnan Kolonel Wing Wiryawan.
Selanjutnya Herman bergerak ke Jalan Madiun, mengobrak-abrik markas Badan Pusat Intelijen (BPI) pimpinan Soebandrio dan menangkap orang-orang yang terlibat atau diduga PKI.
Tindakannya yang dinilai terlalu gegabah dan beresiko karena menggunakan kekuatan pasukan dalam skala yang cukup besar membuat Soeharto marah besar padanya.
Keputusan Herman kala itu dianggap melangkahi posisi Soeharto sebagai Panglima Kostrad yang dinilai lebih berwenang.
Seperti yang dituturkan oleh sejarawan Rushdy Hoesein dalam buku tersebut, Herman sempat merasa ketakutan dengan amukan mantan presiden tersebut.
Herman sadar betul apa yang dia lakukan memang agak gegabah.
Terlebih lagi, menurut Rusdhy Hoesein, Soeharto memang acap kali menunjukkan bahwa ia memiliki perangai yang pantang untuk dilangkahi.
"Kalau (pistol) itu meledak, mati gue,” kata Herman kepada Rusdhy Hoesein setelah bertahun-tahun kemudian.