Ditangkap, Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat Ternyata Bukan Suami Istri, Tetangga yang Resah Sebut Kerajaan Sering Lakukan Aktivitas Mencurigakan Saat Malam Hari

Kamis, 16 Januari 2020 | 09:35
KOMPAS.COM/Istimewa

Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat.

Sosok.id - Belakangan masyarakat Indonesia tengah dihebohkan dengan kemunculan kerajaan baru bernama Keraton Agung Sejagat.

Lengkap dengan atribut ala keraton, kelompok yang mengklaim kepemilikan dunia itu meNggelar berbagai kegiatan.

Layaknya sebuah kerajaan, Keraton Agung Sejagat juga dipimpin oleh sepasang raja dan ratu.

Sang raja disebut sebagai Sinuwun Totok Santoso Hadiningrat (42) dan sang ratu adalah Fanni Aminadia (41) yang memiliki gelar Kanjeng Ratu Dyah Gitarja.

Baca Juga: Detik-Detik Penangkapan Pimpinan Keraton Agung Sejagad, Heboh Gambar Sperma Hingga Raja dan Ratu Ber-KTP Jakarta, Bukan Suami Istri!

Namun, keberadaan Keraton Agung Sejagat di Desa Pogung Jurutengah, Purworejo, Jawa Tengah ini sangat meresahkan masyarakat.

Walaupun mereka telah menyatakan bukanlah sebuah aliran sesat, namun pernyataan mereka dinilai tak masuk akal.

Pasalnya, dilansir Sosok.id dari Kompas TV pada Senin (13/1/2020), Keraton Agung Sejagat mengaku sebagai induk dari seluruh negara di dunia.

Di bawah kepemimpinan Sinuhun Totok Santoso Hadiningrat dan Kanjeng Ratu Dyah Gitarja, Keraton Agung Sejagat menyatakan diri bersedia menjadi wadah bagi konflik yang terjadi di dunia.

Baca Juga: Batal Tunaikan Janji 500 Tahun Runtuhnya Majapahit, Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat Diciduk Polisi, Gagal Jadi Juru Damai Dunia

Mereka juga mengaku memiliki 450 anggota dan telah mendapat pengakuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Klaim tersebut bukanlah tanpa alasan.

Melansir dari Kompas.com, Penasihat Keraton Sejagat, Resi Joyodiningrat menjelaskan bahwa Keraton Agung Sejagat adalah sebuah kerajaan dunia yang muncul usai berakhirnya perjanjian Kerajaan Majapahit 500 tahun yang lalu.

Perjanjian tersebut dilakukan oleh Dyah Ranawijaya, sebagai pengasa Majapahit dengan Portugis sebagai wakil orang barat pada 1518.

Baca Juga: Sinuhun Keraton Agung Kenakan Seragam Mirip Kepemilikan Sultan Brunei, Mantan Pengikut Ungkapkan Begini Cara Mendapatkannya

Dengan berakhirnya perjanjian tersebut, ujar Resi Joyodiningrat, maka berakhir pula dominasi kekuasaan barat untuk mengontrol dunia.

Menurutnya, kekuasaan dunia harus dikembalikan lagi ke pemiliknya, yakni Keraton Agung Sejagat yang mengaku sebagai penerus Kerajaan Majapahit.

Terkait dengan segala klaim serta pengakuan mereka, masyarakat sekitar menjadi resah.

Untuk itu, pihak berwenang kemudian mengamankan Sinuhun Totok Santoso Hadiningrat dan Kanjeng Ratu Dyah Gitarja.

Baca Juga: Diukir oleh Pekerja Serabutan, Prasasti Keraton Agung Sejagat Selalu Dibungkus Kain Putih dan Penuh Sesaji, Bikin Takut Anak-anak yang Berangkat Ngaji

Melansir dari Tribunnews, pemimpin Keraton Agung Sejagat itu diamankan pada Selasa (14/1/2020) sekitar pukul 17.00 WIB.

Rupanya, bangunan yang didirikan oleh Keraton Agung Sejagat ini tak berizin.

Selain itu, raja dan ratu Keraton Agung Sejagat juga bukanlah warga Purworejo.

Domisili yang tertera di KTP keduanya adalah Jakarta, namun mereka kos di Yogyakarta.

Baca Juga: Gegerkan Warga Gegara Kemunculannya yang Tiba-tiba, Lokasi Keraton Agung Sejagat Malah Jadi Objek Wisata Dadakan, Batu Prasasti Jadi Benda Favorit untuk Diajak Selfie

Melansir dari Kompas.com, Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Rycko Amelza Dahniel mengatakan bahwa Totok dan Fanni bukanlah sepasang suami istri.

"Sementara Fanni Aminadia yang diakui sebagai permaisuri ternyata bukan istrinya, tetapi hanya teman wanitanya," kata Rycko, Rabu (15/1/2020), seperti dikutip dari Kompas.com.

Saat ini, keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka.

Pasalnya mereka telah menarik dana dari masyarakat menggunakan tipu daya.

Baca Juga: Geger! Lambang Singgasana Keraton Agung Sejagat Ternyata Bukan Simbol Sembarangan, Ini Maknanya!

"Dengan simbol-simbol kerajaan, tawarkan harapan dengan ideologi, kehidupan akan berubah. Semua simbol itu palsu," ungkapnya.

Keberadaan mereka, lanjut Rycko, telah meresahkan masyarakat sekitar.

"Kepolisian telah bertindak cepat dan tegas untuk mencegah terjadinya korban yang lebih banyak," katanya.

Masayarakat merasa resah dengan kehadiran Keraton Agung Sejagat karena mereka sering melakukan ritual mistis.

(TRIBUNJATENG/Permata Putra Sejati)
(TRIBUNJATENG/Permata Putra Sejati)

Batu prasasti di Kerajaan Keraton Agung Sejagat (KAS) atau Kerajaan Agung Sejagat Purworejo, Senin (13/1/2020).

Baca Juga: Penasehat Keraton Agung Sejagat Minta AS Kembalikan Kepemilikan Dunia Sesuai Perjanjian Majapahit, Gubernur Jateng: Pemerintah Purworejo Harus Minta Klarifikasi

Melansir dari Kompas.com, seorang tetangga yang tinggal di dekat bangunan Keraton Agung Sejagat, Suwarni (53) mengungkapkan seluk beluk kerajaan.

Menurut pengakuannya, batu besar yang tiba di lokasi Keraton Agung Sejagat pada Oktober 2019 lalu saat dini hari.

"Itu batunya datang jam setengah tiga malam, otomatis kita sebagai tetangga dekat jelas dengar suaranya," kata Sumarni, Selasa (14/1/2020) seperti dikutip dari Tribun Jateng.

Kemudian, oleh para pengikut Keraton Agung Sejagat, batu besar tersebut dianggap sebagai sebuah prasasti yang menandai berdirinya kerajaan.

Baca Juga: Ngaku Sebagai Penerus dan Bakal Lanjutkan Majapahit yang Runtuh 500 Tahun Lalu, Keraton Agung Sejagat di Purworejo Bikin Resah Warga, Penasehat Keraton Tegaskan KAS Bukan Aliran Sesat

Sumarni menyebut, setiap hari pengikut kerajaan selalu melakukan kegiatan dari pukul 17.00 WIB sampai 22.00 WIB.

Tentu saja aktivitas itu menimbulkan berbagai pertanyaan bagi warga sekitar.

Sebab, mereka kerap menggelar acara seperti tari-tarian, cucuk lampah sampai prosesi pecah telur.

"Kita sebagai warga jelas heran itu ada apa kok malem-malem seperti itu," ungkapnya.

Baca Juga: Niat Ingin Nikmati Suasana Keraton Yogyakarta di Malam Hari, Mahasiswi Ini Justru Berlari Sambil Menangis Hingga Pihak Kraton Ikut Turun Tangan, Ini Penyebabnya!

Tetangga lainnya, Sri Utami turut membenarkan hal tersebut.

Ia menambahkan, dalam satu bulan, kerajaan tersebut akan menggelar beberapa pertemuan.

"Pokoknya sebulan itu dua atau tiga kali pertemuan dan sebetulnya kumpul-kumpul seperti itu sudah lama, cuma menang ramai itu setelah datangnya batu besar itu," katanya seperti dilansir dari Tribun Jateng.

Kendati warga tak pernah menyaksikan secara langsung aktivitas yang dilakukan oleh kerajaan tersebut.

Baca Juga: Wiranto Ternyata Memiliki Darah Pasukan Elite Keraton, Legiun Mangkunegaran

Bahkan, ungkap Sri, beberapa warga sempat merasa takut usai kehadiran batu besar itu.

"Mengganggu sih sebenarnya, tetapi selama tidak mengganggu masyarakat tidak masalah karena mereka itu kejawen," ujar Sri Utami.(*)

Editor : Dwi Nur Mashitoh

Sumber : Kompas.com, tribunnews, Kompas TV, Tribun Jateng, Sosok.id

Baca Lainnya