Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Dapat Julukan Kupu-kupu Malam, Wanita Ini Jadi Ibu Negara Paling Berpengaruh Gegara Kenekatannya, Akhir Hayatnya Berbanding Terbalik!

Andreas Chris Febrianto Nugroho - Kamis, 16 September 2021 | 15:59
Dikenal sebagai ibu negara diktator, sosok Eva Peron justru dianggap berbeda oleh rakyatnya, dari wanita jalanan hingga masuk dunia politik

Dikenal sebagai ibu negara diktator, sosok Eva Peron justru dianggap berbeda oleh rakyatnya, dari wanita jalanan hingga masuk dunia politik

Sosok.ID– Walaupun telah menjadi jasad yang membeku, ia masih punya kharisma. Junta militer sampai menyembunyikan jasadnya agar tak menjadi simbol kebangkitan kaum Peronis.

Maka tak heran, mumi ini mengembara selama 13 tahun sebelum akhirnya menemukan ketenangannya yang abadi.

Tulisan Rainer Fabian dan Thomas Hopker yang dialihbahasakan oleh Anglingsari ini dimuat dalam Majalah Intisari edisi April 1997 dengan judul Evita Legenda Kupu-kupu Baja menggambarkannya.

Kematiannya di bulan Juli 1952 merupakan duka seluruh bangsa Argentina. Tua, muda, laki, perempuan, seperti terpuruk dalam nestapa yang dalam.

Baca Juga: Bahkan Saat Jokowi Divaksin, Iriana pun Tidak Datang, Keberadaan Ibu Negara Dipertanyakan hingga Istana Angkat Suara, Ada Apa?

Beberapa yang tak bisa menerima kenyataan masih melakukan berbagai upaya. Mereka berharap Evita dapat menghalau kematian. Ada yang berupaya menjunjung karung jagung yang berat, memasak mi, atau berlomba lari sampai memecahkan rekor.

Bahkan seorang penari mempersembahkan tango dalam 127 jam tanpa henti, seorang pemain biliar terus-terusan menyodok bola di lapangan Basilika sampai 1.500 sodokan.

Dua wanita, bertindak seperti martir, berkeliling Plaza de Mayo sambil berlutut mulai pukul 05.45 - 10.30 tanpa peduli tempurung lututnya robek.

Di seluruh negeri, di jalan-jalan, di gubuk-gubuk, dibuat altar bagi Sang Bunda Argentina. Di altar, foto Evita dikelilingi bunga dan nyala lilin sambil dikelilingi orang-orang yang berdoa.

Baca Juga: Bak Menghilang, ke Manakah Ibu Negara Iriana yang Biasa Dampingi ke Manapun Presiden Jokowi Pergi? Ini Penjelasannya!

Setelah gelombang kedukaan lewat, Evita masih tetap berada di hati pemujanya. Foto-fotonya tergantung di rumah-rumah penduduk. Mereka percaya foto itu bisa memberikan angin segar dari surga. Wanita berdaya tarik hebat ini digambarkan sebagai seorang santa yang kepalanya dilingkari aura cahaya yang besar sekali.

Penyakit kankernya yang sampai merenggut jiwanya pada usia 33 tahun tak pernah diberitakan sampai saat terakhir. Bobotnya yang tinggal 33 kg saat meninggal tak pernah diketahuinya dengan pasti.

Soalnya, Juan Domingo Peron memerintahkan untuk memutar sekrup timbangan agar berat tubuh Evita yang menurun drastis tidak ketahuan. Radio juga dijauhkan agar ia tidak mendengar berita.

Ketika ia meninggal pada 26 Juli 1952, Argentina seperti dikejutkan. Dua juta warga turun ke jalan untuk memberikan penghormatan terakhir pada Evita. Para buruh menengadahkan wajah mereka ke langit, dan seperti orang yang tak sadar, mereka berbaris panjang menunggu giliran untuk bisa menjatuhkan diri di kaki dewi pujaan mereka.

Baca Juga: Saat Ibu Negara Korea Utara Menghilang Bak Ditelan Bumi, Mantan Kekasih Kim Jong Un Digadang-gadang Gantikan Posisi Adik sang Pimpinan Tertinggi Korut

Surat dari surga

Benda keramat pertama yang dimuliakan dan ingin dijamah mereka adalah berbagai hal yang ditinggalkan Evita. Bekas lipstik di gelas sampanye atau sebotol kecil minyak hidung yang dipakai ibu pujaan bangsa Argentina ini kalau sedang terserang pilek.

Malam saat kematiannya, para menteri berkumpul dan menetapkan tiga puluh hari masa berkabung nasional. Peron juga mengajak bangsanya untuk berkirim surat kepada Evita yang telah tiada.

Tiga belas hari setelah kepergian Evita, sepucuk surat di kertas berbau harum yang ditandatangani Evita diterima. Isinya? "Saya mencium kalian dari surga."

Evita terbaring di peti mati yang ada jendela kacanya. Peti tersebut diselubungi bendera biru putih Argentina. Kuku jemarinya dicat transparan dan rambutnya terurai segar seperti Putri Abu, Putri Mawar, atau Putri Salju yang digambarkan penulis biografinya Alicia Dujoune Ortiz.

Mata Evita yang jadi menonjol ditenggelamkan dr. Pedro Ara. Begitu juga bibirnya yang berwarna kelabu itu lenyap.

"Lewat pembuluh darahnya dimasukkan cairan campuran dari formaldehida, parafin, dan seng khlorida. Dari seluruh tubuhnya tercium bau bunga lavender," demikian tulis Eloy Martinez.

Dalam kenangan massa, ia adalah Evita yang seolah-olah tengah tidur sejenak dan akan bangun dalam sekejap. Pokoknya, foreveryoung dan forever blonde.

Demikianlah gambaran Evita yang terus terpateri dalam ingatan seluruh bangsa Argentina, yang sejak kematiannya jatuh dalam kemurungan sampai ke pelosok-pelosok kota. Di salah satu kantor kecil kelompok Peron tergantung foto Evita sebagai ikon dan di pasar-pasar loak, senyum Evita ada dalam tumpukan majalah-majalah tua.

Siapakah sebenarnya gadis lima belas tahun asal Junin yang pada 3 Januari 1935 turun di Stasiun Retiro dengan memakai sepatu butut, stocking berlubang, dan menenteng koper kardus ini?

Baca Juga: 9 Bulan Sama Sekali Tak Pernah Tampak Batang Hidungnya, Keberadaan Istri Kim Jong Un Jadi Pertanyaan, Desas-desus Khawatirkan Kesehatan Ibu Negara Korea Utara di Tengah Pandemi Virus Corona

"la adalah anak jalanan," tulis Eloy Martinez. "Gula-gula yang muncul di arena teater untuk peran-peran kecil yang hanya cukup untuk membayar secangkir kopi."

Rambut dan kuku jemarinya kotor. Kakinya penuh bekas luka dan garukan. Dengan wajah pucat dan gigi kelincinya, ia datang ke Buenos Aires, mimpi menjadi bintang film.

"Begitu malam tiba, ia terbang dari satu kafe ke kafe lain, seperti seekor kupu-kupu. Tetapi, ia ternyata kupu-kupu baja," kata penulis biografi Evita, Abel Posse. Maria Eva Duarte berdiri di depan restoran, menanti penonton teater bubar.

Ia berharap bisa bertemu seorang pria berpengaruh yang mengajaknya berbincang, mengundangnya makan, mengajaknya tidur, dan membawanya meniti karier.

Berhati serigala

Perlahan tapi pasti, ia bergulat meniti tangga nasib. Dari wanita yang menanti kesempatan di depan restoran, jadi aktris yang tidak kondang-kondang amat, sampai menjadi bintangnya siaran radio.

Baca Juga: Sempat Dikabarkan Telah Dieksekusi Mati Gegara Kasus Pornografi, Inilah Sosok Mantan Kekasih Kim Jong Un yang Sering Buat Ibu Negara Korea Utara Termakan Api Cemburu

Segalanya bisa saja terjadi di Buenos Aires pada tahun tiga puluhan. Saat itu, di jalan-jalan kota metropolitan yang dijuluki Parisnya Amerika, lalu lalang pakkard dan studebaker. Pesta pora terjadi di setiap sudut jalan.

Di bordil-bordil segalanya bisa diperoleh, dari wanita berparfum menyengat, obat bius, sampai sifilis. Di tempat-tempat dansa tango, wanita-wanita "nakal" bergelayut di leher para pria.

Para pria dengan mudah mendapatkan "boneka-boneka" cantik. Mereka tidak sadar bahwa ada salah satu dari "boneka" itu, yang tubuhnya lembut dan mungil, kelak menjadi lebih besar dari mereka semua!

Dia adalah wanita yang berasal dari lorong yang gelap, yang tak punya keinginan untuk menjahit atau menyeterika baju, menyalakan pemanas dan memandikan anak-anak. "Evita adalah wanita dengan cambuk, berhati serigala, yang menembus istana untuk berkuasa," demkian Eloy Martinez bercerita.

Di tahun 1944, wanita yang kala itu berusia 25 tahun memutuskan "menyerahkan" diri pada Juan Domingo Peron (48), seorang kolonel dan menteri perburuhan yang menduda, yang membutuhkan "perawat" dan secara seksual hampir pasif.

Mereka pun menjadi pasangan yang saling menunjang. Tujuan Evita memang hanya satu: menjadi pendampingnya ketika sang kolonel naik menjadi penguasa Argentina. Dengan demikian wanita kelahiran Los Toldos ini praktis akan menjadi wanita paling berkuasa di negerinya.

"Berkuasa itu rumusnya seperti membuat film percintaan. Yang dibutuhkan hanya seorang pria, seorang wanita, dan sisanya cukup figuran saja," kata Evita.

"Evita" atau Eva Kecil, tumbuh menjadi pembaharu sosial yang terbesar di negerinya. la memberi hak pilih bagi kaum wanita, membangun ribuan sekolah, rumah sakit, dan panti jompo.

la juga membentuk serikat pekerja para pembantu wanita. Meskipun kadang kelihatan arogan dan otoriter. Bahkan ia menyelenggarakan upacara perkawinan masal bagi para tuna wisma. Upayanya itu agak mirip dengan tindakan diktator Italia, Mussolini.

Baca Juga: Istri Giring eks Vokalis Nidji Sudah Halu Jadi Ibu Negara dan Dikawal Paspampres: Saya Siap Haha

Muminya ditato

Ia mengesahkan dirinya sebagai wakil Descamisados, kaum papa. Ia suka berkonvoi kendaraan sambil membunyikan klakson keras-keras di jalan-jalan asri dan lengang, di daerah kaum elite di sekitar Istana Casa Rosada, hanya agar para senora kalangan atas terbangun dari ranjangnya.

Hari-harinya dimulai dengan mengumpat seorang mengeri “cuma tahi saja yang ada di kepalamu”, kemudian dilanjutkan dengan simbahan air mata apabila ia bertemu dengan kaum papa yang jumlahnya ribuan, yang telah menantinya di luar istana.

Mereka datang bersama keluarga hanya untuk minta hadiah pada anak keempat dari lima anak Juana Ibarguen de Duarte. Oleh karena itulah namanya makin terkenal sebagai orang suci.

Kaum wanita berikut anak-anak mereka yang kotor, yang penuh kudis itu disuruh membersihkan diri di 50 kamar mandi istana kepresidenan. Setelah itu mereka dibolehkan tinggal selama beberapa hari di istana untuk dirawat dokter kulit dan diberi wewangian.

Jika sebuah keluarga membutuhkan uang, ia hanya tinggal memanggil salah seorang menteri dan memerintahkan untuk mengeluarkan dana.

Untuk kalangan wanita atas yang membenci Evita, dia tetap seorang pelacur yang mencampuradukkan politik, si ambisius yang malas. Dikatakan, ia begitu kecanduan perhiasan, sampai-sampai buah arbei yang membantu seperti delima atau peppermint berbentuk zamrud juga dibelinya.

Dengan nada mengejek, kaum oposisi menamakannya cucaracha, yang artinya bagian tubuh wanita yang paling pribadi. Konon ia digosipkan menaruh gelas-gelas berisi alat vital lawan politiknya yang telah ditebasnya.

Baca Juga: Ibu Negara Pertama Republik Indonesia, Penjahit Bendera Sang Saka Merah Putih, Begini Kisahnya Mendukung Ir Soekarno Sebelum Proklamasi Kemerdekaan

“Opini-opini buruk tentang dirinya sepertinya meninggalkan luka,” kata Juan Peron. Ketika penyakit kanker makin menggerogoti Evita, orang-orang kaya dan lawan-lawan politiknya malah berpesta pora. Di dinding dekat Istana Casa Rosada terdapat grafiti “Hidup kanker”.

Beberapa saat sebelum Evita meninggal, Peron telah meminta dr. Medico Pedro Ara untuk mempelajari air muka Evita dan susunan tulangnya. Dalam fantasinya, ia telah membayangkan Evita sebagai mumi yang membuat orang jatuh cinta. Setahun lamanya, sang dokter bekerja untuk proyek tersebut.

Eloy Martinez menulis dalambukunya, “Sang dokter mencelupkan jasad Evita dalam bak berisi uap, mencucinya dengan formalin dan seng khlorida, mengisi tubuhnya dengan parafin dan gliserin murni.

Bahan pengawet lain yang dipakai asam karbol, borat, khlorida air raksa, dan arsenikum. Terakhir, sapuan kuas yang dicelupkan pada pasta berwarna coklat madu untuk membuat tubuhnya licin seperti hidup.

Sulapan abadi dari Medico Ara ini dimaksudkan agar Evita tetap dicintai walaupun telah meninggal. "Juan Peron begitu terpesona," demikian diceritakan orang dari dinas rahasia militer kepada Eloy Martinez.

Bahkan seorang serdadu yang diminta menjaga jasadnyd dibuat mabuk kepayang dan ingin mengukir namanya di dadanya, padahal jasad Evita masih terletak di atas meja besar di laboratorium.

Meja besar itu sampai sekarang masih ada di gedung serikat buruh. Di situ juga masih ada rak berwarna hijau klor tempat menyimpan bahan-bahan pengawet, wastafel tempat Pedro Ara membersihkan tangannya, dan altar kecil yang di atasnya ada doa dan karangan bunga buat "Santa Evita".

Baca Juga: Ibu Negara Korut Dituding Main Film Panas, Kim Jong Un Tak Terima Sulut Kembali Perang Korea

Jasadnya mengembara

Setelah kudeta militer tahun 1955 patung dan foto-fotonya ditarik dari tempat-tempat umum. Junta militer yang takut kaum Peronis memakai jasadnya sebagai simbol dan pengobar pemberontakan, menculik mumi Evita.

Perintah untuk menggempur markas kaum Peronis dan membawa mayat Evita yang sudah diawetkan, dibebankan kepada kepala dinas rahasia, Koloner Carlos Eugenio de Moori Koenig, pada 24 November 1955.

Sang kolonel yang ketiban tugas entah mengapa begitu terobsesi pada mumi beku ini. Dengan pisau bedah, Moori Koenig sampai-sampdi memberi tanda pengenal pada mayat Evita. Sebuah tanda bintang yang kecil dibuatnya di daerah yang amat "rahasia" dan di daun telinga. Itu menurut bukunya Eloy Martinez, berdasarkan penuturan tiga orang militer.

Apakah fantasi Eloy Martinez sudah kelewatan? Namun yang pasti, jasad Evita ada di kantor Kolonel Moori Koenig, tersimpan dalam peti. Jasad itu pernah disimpan di sebuah viler tua yang dimiliki kelompok militer yang kini menjadi rumah jompo.

Seorang perawat wanita mengakui bahwa jasad Evita pernah ditaruh di situ dan para penghuni rumah itu percaya, jika Evita ingin "memanggil" mereka semua, mereka jadi tak bisa tidur. Padahal jasad Evita disimpan di sebuah ruangan di bawah tanah.

Jasad Evita diperlakukan seperti makhluk hidup, diajak mengembara dari satu tempat ke tempat lain, berpindah dari satu "kekasih" ke "kekasih" yang lain. Namun keberadaannya sejak 1955 – 1974 sempat dipertanyakan.

Di mana jasad wanita kelahiran 7 Mei 1919 ini berada? Mungkinkah ia raib sebagai korban Mafia Chicago? Atau ditenggelamkan di Laut Atlantik? Apakah jasadnya disiram air raksa sampai rusak atau dikubur di padang rumput Pampa?

Atau, apakah benar ia telah menemukan ketenangan abadi di sebuah pulau? “Peti matinya yang dibalut beludru merah diayun-ayun air seperti gondola,” demikian tertulis dalam salah satu majalah.

Namun yang pasti, mumi ini mengembara bertahun-tahun dari satu tangsi ke tangsi lain, dari satu markas militer ke markas yang lain, gudang, ruang bawah tanah, dan beberapa tempat rahasia lain.

Baca Juga: Gosip Istri Kim Jong Un Lakon Bintang Film Porno, Diktator Korut Ngamuk Disebut Pasangan Kotor dan Hina, Inilah Selebaran Foto Seksi yang Beredar!

Dalam salah satu buku yang memuat tentang dirinya ada wawancara yang dilakukan dengan seorang putri salah seorang bawahan Kolonel Moori Koenig. Konon, ayah wanita itu membuat film tentang mumi Evita.

Yolanda, demikian nama sang putri, memberikan kesaksian di rumahnya. “Apa yang ada di dalam situ, Papa?” tanyanya.

“Sebuah boneka besar,” jawab ayahnya.

Yolanda membuka peti besar itu. Kamera sang ayah merekamnya. Boneka sebesar orang itu berpakaian putih, bertelanjang kaki, jemarinya begitu indah. Ujung-ujung jemarinya menebar bau bunga lavender. Yolanda cilik mulai mengepang rambut “bonekanya”, memakaikan lipstik seperti adegan dalam film Hitchock.

Pada 23 April 1957, mumi Evita berada di kapal Conte Biancamo dengan tujuan Italia. Atas persetujuan ordo Paulus dan Vatikan, jasadnya dimungkinkan untuk dikubur dengan upacara agama.

Kedatangan “Evita” secara incognito itu diumumkan sebagai kedatangan Maria Maggi, seorang Italia yang meninggal di Argentina. Ia dikuburkan di Milan dengan nama yang salah.

Bagi orang Argentina dan dunia, ia seperti hilang tanpa jejak. Barulah 13 tahun kemudian jejak mayatnya ditelusuri.

Istirahat akhir dari mumi itu baru terjadi pada 22 Oktober 1976 di Buenos Aires. Evita Duarte dimakamkan di La Recoleta. (*)

Source : intisari-online.com

Topic :Tokoh Dunia

Editor : Sosok

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

x