Sosok.ID - Laut China Selatan telah menjadi subjek ketakutan konflik dalam beberapa tahun terakhir.
China diketahui makin gencar menyebarkan klaimnya atas wilayah di Laut China Selatan, menimbulkan keresahan akan terjadinya perang.
Amerika Serikat (AS) dan negara-negara yang bersengketa dengan klaim tumpang tindih berusaha menghentikan militerisasi agresif China di wilayah tersebut.
Presiden Donald Trump telah mengirim kapal AS ke perairan yang diperebutkan dalam upaya untuk menghalangi pasukan Beijing.
Namun para ahli memperingatkan tindakan AS sebagai hal yang berbahaya, dan dapat menyebabkan konflik yang tidak disengaja dengan China.
Dikutip dari Express.co.uk, dengan pemilihan presiden AS yang semakin dekat, tindakan Amerika di Laut Cina Selatan dapat menjadi tanggung jawab Joe Biden.
Kandidat dari Partai Demokrat tersebut sejauh artikel ini ditulis masih mengungguli Donald Trump dalam perolehan suara elektoral.
Joe Biden mendapatkan 264 suara elektoral, sementara Trump 214.
Calon dapat dikatakan menang jika suara elektoral mencapai batas minimal 270.
The New York Times bulan lalu melaporkan bahwa ada risiko peningkatan permusuhan mengingat retorika China baru-baru ini.
“Nada militeristik mencerminkan sifat hawkish Xi. Risikonya adalah bahwa propaganda dapat diterjemahkan menjadi tindakan yang lebih provokatif," kata laporan tersebut.
"Tindakan militer baru-baru ini di Laut China Selatan dan Selat Taiwan meningkatkan kemungkinan bentrokan yang sebenarnya, disengaja atau tidak."
Biden telah memperingatkan bahwa dia akan bersikap keras terhadap China jika dia memenangkan kursi kepresidenan.
Liz Economy, seorang rekan senior di Institut Hoover Universitas Stanford dan Dewan Hubungan Luar Negeri mengatakan minggu ini, akan ada perubahan kebijakan jika Biden terpilih.
"Saya pikir perubahan kebijakan terkait China yang paling signifikan dalam pemerintahan Biden mungkin adalah komitmen baru terhadap kepemimpinan AS dalam menangani tantangan global."
"Bahwa China tidak dapat menangkap dan mengubah sistem pemerintahan global agar sesuai dengan kepentingannya yang sempit," katanya.
Ini akan menjadi konflik sebenarnya bagi China.
Liz juga mengatakan, "konsultasi yang lebih besar dengan sekutu dan mitra kami untuk menempa strategi China yang konsisten dan koheren" perlu dilakukan.
Liz Economy menambahkan, hubungan AS-China akan diatur ulang.
"Kalibrasi ulang hubungan AS-China yang dapat mencakup membangun kembali dialog bilateral dan menjelajahi area tujuan bersama untuk menghindari hubungan yang berkembang menjadi perang dingin."
Tahun lalu, pakar politik China Kerry Brown memperingatkan komunikasi antara militer China dan AS lebih buruk daripada yang terlihat dalam Perang Dingin.
"Saat ini dialog antara AS dan militer China dengan militer buruk, beberapa orang mengatakan bahwa itu lebih buruk daripada antara Uni Soviet dan AS selama Perang Dingin," katanya, dikutip dari Express.co.uk. (*)