Tahun 2016 ketika selusin kapal penangkap ikan Tiongkok pernah menolak untuk mengindahkan peringatan korvet angkatan laut Indonesia untuk meninggalkan perairan Indonesia.
Jadi, korvet itu melepaskan tembakan peringatan ke kapal penangkap ikan. Itu mendorong China untuk mengerahkan kapal penjaga pantainya ke daerah tersebut.
Sebagai tanggapan, angkatan laut Indonesia mengirim enam kapal perang di dekatnya untuk melakukan latihan angkatan laut selama 12 hari sebagai unjuk kekuatan.
Sejak insiden itu Angkatan Udara Indonesia mengadakan latihannya sendiri di atas Pulau Natuna dengan pesawat tempur F-16 dan Su-30.
Meski Jakarta akhirnya mengecilkan insiden tersebut, militernya telah mengambil langkah konkret untuk menjaga laut di sekitar Kepulauan Natuna.
Itu meningkatkan pangkalan udara di Ranai di Pulau Natuna sehingga pesawat tempur garis depan Su-27 dan Su-30 serta helikopter serang AH-64E baru dapat beroperasi lebih dekat ke daerah yang disengketakan.
Tindakan itu juga meningkatkan fasilitas pelabuhan di pulau itu sehingga mereka dapat menampung tidak hanya kapal patroli lepas pantai yang lebih kecil, tetapi juga kapal selam dan kombatan permukaan yang lebih besar.
Pada akhir 2018, Indonesia mengaktifkan komando militer gabungan baru di pulau itu dan mendirikan pangkalan operasi kapal selam di sana.
Pasukan dan peralatan baru juga telah tiba, termasuk batalion infanteri mekanis, sistem radar pencarian udara baru, dan peralatan pemantauan langkah-langkah dukungan elektronik untuk memberikan peringatan dini.
(Afif Khoirul M)