Tiga tahun lalu, seorang pejabat senior pemerintah Indonesia meluncurkan peta yang mengidentifikasi bagian Laut Cina Selatan di utara Kepulauan Natuna sebagai Laut Natuna Utara.
Meskipun wilayah tersebut termasuk dalam zona ekonomi eksklusif Indonesia, namun sebelumnya tidak disebutkan namanya dan dijadikan bagian dari Laut Cina Selatan.
China mengklaim sebagian besar Laut China Selatan sebagai wilayah kedaulatannya, tetapi Brunei, Malaysia, Filipina, dan Vietnam juga mengklaim bagian-bagian dari wilayah yang dilalui perdagangan sekitar US $ 3 triliun (S $ 4,1 triliun) setiap tahun.
Meski begitu Indonesia telah bersikukuh tidak menjadi pihak dalam sengketa Laut China Selatan, dan tidak ingin terlibat dalam persaingan AS-China untuk mendapatkan pengaruh regional.
"ASEAN, Indonesia, ingin menunjukkan kepada semua bahwa kami siap menjadi mitra," kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kepada Reuters, Selasa.
"Kami tidak ingin terjebak oleh persaingan ini."
Indonesia telah menyaksikan banyak investasi China dan kerja sama bisnis di negara itu dalam beberapa tahun terakhir, termasuk perusahaan farmasi milik negara Bio Farma yang bekerja dengan perusahaan China Sinovac untuk vaksin Covid-19 sejak April.
Ekonomi terbesar di Asia Tenggara saat ini sedang mencari investor untuk mendorong pengembangan dua perkebunan pangan nasional di Kalimantan Tengah dan Sumatera Utara sebagai bagian dari upaya untuk mencegah dampak buruk dari krisis pangan global akibat pandemi Covid-19. (*)