Taufan menyebut, selama ini polisi cenderung menggunakan UU ITE untuk memproses kasus dugaan penodaan agama.
Padahal semestinya persoalan agama diatur dalam dalam Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Jadi kadang-kadang enggak jelas batasannya, untuk kasus tertentu dianggap sebagai penodaan agama, untuk kasus lain tidak," katanya.
Taufan juga menyoroti konflik yang sering terjadi di Tanah Air, dimana keadilan antara minoritas dan mayoritas tidak seimbang.
"Ada unsur diskriminasi juga, terutama antara mayoritas dan minoritas," tutur dia.
Ia mencontohkan, jika dilakukan oleh mayoritas, maka kasus penistaan agama di Jawa dan Sumatera akan lolos dari sebuah delik.
Namun jika minoritas yang melakukannya, dia akan terkena delik penodaan agama.
Hal sebaliknya terjadi di NTT. Jika minoritas melakukan kasus dugaan penodaan agama, maka akan lolos dari delik.
Sementara jika mayoritas yang melakukannya, maka tak akan selamat dari tuntutan.
Taufan kemudian menilik kasus BTP alias Ahok yang bahkan masih menjadi sorotan dunia Internasional hingga kini.