"Ini jelas tidak sebanding. Jumlah pasien di sini dengan kami. Selama 24 jam full saya standby terus. Saya memang mengajukan diri, tapi tidak berpikir kalau sampai sendiri begini," kata Sugih.
Sebagai satu-satunya dokter, Sugih tak hanya bertanggung jawab memberi pelayanan medis, ia bercerita, lebih dari itu, kestabilan psikologis pasien harus tetap dijaga.
Selama bertugas merawat 190 pasien positif, Sugih mengaku harus menyelesaikan tekanan pasien.
Ada pasien yang stres ketika karantina. Kemudian ada yang hendak bunuh diri, Sugih juga mengatakan, ada pula pasiennya yang mengalami keguguran ketika diisolasi.
"Semua itu harus dan mau tidak mau saya langsung tangani," tutur dia.
Dari pertama datang untuk menjadi tenaga medis di Hotel Harper hingga saat ini Sugih juga belum mendapatkan insentif sepeserpun seperti apa yang telah disampaikan oleh pemerintah.
Padahal sang istri dan anak harus tetap memenuhi kebutuhan sehari-hari di rumah.
"Semua rasa kecewa bercampur di situ. Saya harap ke depannya pemerintah tidak lagi memperpanjang masa tugas sebagai penanggung jawab," ucap Sugih. (*)