Menurut Fikser, saat dua karyawannya meninggal dunia, pemerintah Surabaya juga terus melakukan pemantauan kasus dii pabrik Sampoerna.
"Begitu kami ketahui, tanggal 16 April Dinkes memanggil perusahaan Sampoerna. Jadi, bukan perusahan yang melapor, tapi kami yang memanggil. Kami yang menemukan. Monggo (silahkan) bisa tanya ke Sampoerna," katanya.
Bukan hanya Fikser, Koordinator Bidang Pencegahan, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya, Febria Rachmanita juga tak setuju dengan tudingan Gubernur Jawa Timur.
Sebab kata Febria, saat dua pegawai pabrik meninggal dunia, pihaknya langsung meminta 506 pegawai lain isolasi mandiri.
Tracing juga dilakukan secara intensif untuk menetukan status ODP dan PDP.
"Saat itu, puskesmas melakukan tracing dan ditemukan terdapat data kontak erat dengan karyawan," kata Febria.
"Kami begitu tahu satu orang sakit langsung kami cari siapa orang dalam pemantauan (ODP) mana dan pasien dalam pengawasan (PDP) nya," lanjutnya.
"Jadi, tidak benar kalau kami terlambat dalam penanganan Covid-19. Kami pun mencarikan tempat tidur mereka yang positif dan sudah dapat seratus untuk karyawan Sampoerna. Dan memantau sekitar 200 orang keluarga karyawan," ujarnya.
Adapun dalam kesempatan sebelumnya, Walikota Surabaya, Tri Rismaharini alias Risma membongkar kasus corona di pabrik Sampoerna.
Mengutip Tribun Jatim, Risma mengatakan bahwa kasus itu berawal dari kebohongan pegawai, dimana dua orang berstatus PDP nekat berangkat bekerja meski telah diminta untuk isolasi.