Follow Us

Ayahnya Dibantai Oleh Pemerintah Kolonial Saat Ia Berusia 10 Tahun, Pria Asal Indonesia Nekat Berangkat ke Belanda Untuk Menggugat dan Berhasil, Ini Hasil Gugatannya!

Andreas Chris Febrianto Nugroho - Rabu, 29 April 2020 | 17:35
Ayahnya Dibantai Oleh Pemerintah Kolonial  Saat Ia Berusia 10 Tahun, Pria Asal Indonesia Nekat Berangkat ke Belanda Untuk Menggugat dan Berhasil, Ini Hasil Gugatannya!
Kolase Kompas.com/ABC

Ayahnya Dibantai Oleh Pemerintah Kolonial Saat Ia Berusia 10 Tahun, Pria Asal Indonesia Nekat Berangkat ke Belanda Untuk Menggugat dan Berhasil, Ini Hasil Gugatannya!

Sosok.ID - Aksi keberanian seorang kakek lansia dari Indonesia ini patut diacungi jempol.

Bahkan di usia senjanya dirinya masih berani datang ke negeri orang untuk mencari keadilan.

Tak main-main, ia datang dan menantang pemerintah Belanda untuk menuntut pertanggungjawaban atas kematian sang ayah.

Pria bernama Andi Monji (83) asal desa Suppa, Sulawesi ini menjadi saksi mata kekejaman pemerintah Kolonial Belanda pada masa silam.

Baca Juga: Tatapannya Bikin Kaum Hawa Meleleh, Penjual Teh Ini Langsung Jadi Model Dadakan Setelah Wajah Tampannya Tak Sengaja Tertangkap Kamera : Saya Nggak Sadar Kalau Wajah Saya Ganteng

Tak sampai disitu saja, sang ayah pun menjadi salah satu korban kekejaman pemerintah kolonial pada masa itu.

Ayahnya dieksekusi dengan kejam oleh tentara Kerajaan Belanda pada waktu Andi masih berusia 10 tahun.

Ia masih ingat bagaimana kekejaman Belanda waktu datang ke Sulawesi dan membantai 200 orang di desa Suppa pada 28 Januari 1947.

Berbekal ingatan dan dibantu oleh seorang pengacara bernama Liesbeth Zegveld, Andi Monji terbang ke Belanda.

Baca Juga: Korea Selatan Tahu Dimana Keberadaan Kim Jong Un

Tepatnya ia datang ke Den Haag untuk menuntut pertanggungjawaban atas kematian sang ayah.

Perjuangan mencari keadilan itupun sempat menemui jalan buntu saat pengadilan sebelumnya menolak pembayaran ganti rugi dari Pemerintah Belanda kepada Andi Monji.

Namun secara resmi pemerintah Negeri Kincir Angin meminta maaf atas kekerasan brutal yang terjadi di Indonesia, selama tahun 1940-an silam.

Kegigihan pria berusia 83 tahun itu akhirnya membuahkan hasil, saat pengadilan mengabulkan permintaan ganti rugi Andi.

Baca Juga: Pura-pura Ambil Wudhu dan Sholat, Maling Ini Nekat Gasak Kotak Amal Masjid Hingga Dipiting dan Diikat Warga Pakai Tali, Netizen Malah Simpatik: Siapa Tahu Dia Kepepet Nggak Ada Uang

Belanda pun bersedia membayar ganti rugi sebesar 10.000 euro atau sekitar Rp 168 Juta.

"Ayahnya, Tuan Monjong, adalah satu dari lebih dari 200 orang yang dieksekusi mati saat pembantaian desa Suppa, 28 Januari 1947," kata pengacara Andi, Liesbeth Zegveld, kepada ABC.

Memang pada masa awal kemerdekaan Republik Indonesia kala itu diwarnai perjuangan yang berdarah-darah salah satunya kembalinya tentara Belanda ke tanah Indonesia.

Banyak kekejaman yang dilakukan di sejumlah pulau saat Belanda ingin menguasai Indonesia kembali setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Baca Juga: Jangan Macam-macam! Pasukan Khusus TNI Siap Libas Oknum Anarkis di Tengah Gejolak Sosial dan Ekonomi Akibat Pandemi Covid-19

Monumen korban 40.000 jiwa di Galung lombok Tinambung Polewali Mandar, Sulawesi Barat.
(KOMPAS.com/Junaedi)

Monumen korban 40.000 jiwa di Galung lombok Tinambung Polewali Mandar, Sulawesi Barat.

Termasuk salah satunya pembantaian di Sulawesi yang juga disebut sebagai 'Peristiwa Westerling'.

Tindakan keji tentara Belanda tersebut memang diluar kewajaran kala itu lantaran Indonesia telah menyatakan diri sebagai sebuah negara yang merdeka.

Dikutip dari Kompas.com, menurut sejarawan Chris Lorenz, "Pemerintah Belanda pada awalnya mencoba untuk mewakili perang kolonial sebagai kelanjutan Perang Dunia II, yaitu perjuangan demokrasi Belanda melawan Jepang 'fasis'."

Namun pada kenyataannya, kekaisaran Belanda yang mulai melemah saat itu, mengobarkan perang sebagai upaya mendapatkan kembali Indonesia yang kaya sumber daya alam.

Baca Juga: Larangan Mudik Kelewat Telat, Bekas Pasangan Jokowi Meradang: Presiden ya Jangan ke Solo Dulu! Masa VVIP Saya Karantina

Tindakannya termasuk menyerbu desa-desa, memisahkan laki-laki dari perempuan dan anak-anak.

Orang-orang yang diduga memiliki sikap anti-Belanda langsung dieksekusi.

Penyelidikan Belanda pada tahun 1950-an menemukan lebih dari 3.000 orang telah dibunuh selama 3 bulan, tapi Indonesia memperkirakan jumlah korban jauh lebih tinggi.

Kasus Andi bukan yang pertama kali ditangani oleh pengacara Liesbeth Zegveld.

Baca Juga: Achmad Yurianto Mengucap Syukur Atas Penanganan Covid-19 Indonesia, Ada Apa?

Andi Monji (kanan) mendapat ganti rugi Rp 168 juta, karena menjadi korban kekejaman kolonial Belanda. Ayahnya dieksekusi tentara Belanda saat ia berusia 10 tahun.
(M. van Pagee via ABC)

Andi Monji (kanan) mendapat ganti rugi Rp 168 juta, karena menjadi korban kekejaman kolonial Belanda. Ayahnya dieksekusi tentara Belanda saat ia berusia 10 tahun.

"Kami telah berhasil mendapat ganti rugi dalam bentuk kerusakan moral bagi seorang perempuan Indonesia yang diperkosa tentara Belanda selama pembantaian desanya pada tahun 1949, serta seorang pria Indonesia yang disiksa saat ditangkap Belanda di 1947," katanya kepada ABC.

Baca Juga: Pernah Jauh-jauh ke Switzerland Cuma Kursus Masak Risoles, Syahrini Malah Asyik Mesra-mesraan dengan Suami di Depan Peserta Les Sampai Bikin Netizen Ngiri: Baper Terus Nih!

"Dulu, masa kolonial suatu negara seperti Belanda, dianggap sebagai sumber kebanggaan nasional," kata Liesbeth.

"Saya pikir penting bagi Belanda untuk memperhatikan masa lalu kolonialnya." (*)

Source : Kompas.com, ABC

Editor : Sosok

Baca Lainnya

Latest