Sosok.ID - Demi mencari jasad ayahnya di antara tumpukan jenazah pasien Corona, pria ini terpaksa membayar staf rumah sakit hingga jutaan rupiah.
Padahal sang ayah meninggal dunia bukan lantaran terinfeksi Covid-19 seperti kebanyakan jenazah pasien Corona yang menumpuk di ruang penyimpanan.
Kendati sempat mendapatkan jasad yang salah, pria ini tidak menyalahkan pihak rumah sakit yang kini tengah berjuang melawan pandemi virus Corona.
Ia hanya ingin memakamkan ayahnya dengan cara yang layak.
Dan untuk melaksanakan bakti terakhirnya kepada sang ayah, ia harus berjibaku dengan tumpukan jenazah yang memenuhi ruang penyimpanan
Ia juga tidak keberatan membayar staf rumah sakit untuk membantunya.
Diketahui, ayah Darwin Castillo meninggal di Guayaquil, di tengah wabah virus corona yang melumpuhkan sistem kesehatan di kota itu.
Ketika Castillo pergi ke rumah duka untuk mengambil jenazah sang ayah, dia malah mendapatkan jasad yang salah di kota terbesar Ekuador itu.
Hingga dua pekan berlalu, Castillo mengungkapkan dia masih belum bisa mendapatkan kembali jasad sang ayah untuk dikebumikan secara layak.
Guayaquil, selain kota terbesar Ekuador, adalah ibu kota Provinsi Guayas, dan mencatatkan sekitar 70 persen dari total kasus virus corona yang mencapai 9.000.
Dilansir Al Jazeera Minggu (19/4/2020), Castillo yang bekerja sebagai pekerja di pabrik plastik memutuskan untuk mengembalikan jenazah yang salah.
Kepada AFP, pria 31 tahun itu mengatakan dia tidak menyalahkan rumah sakit atau rumah duka.Sebab, dia sudah melihat banyak mayat di pintu masuk.
"Saya hanya ingin mendapatkan ayah saya kembali. Jadi saya bisa memakamkannya secara Kristen, menaruh sebuket bunga di atasnya," kata dia.
Manuel, ayah Castillo, yang berusia 76 tahun adalah pasien dialisis.
Dia meninggal pada 31 Maret karena mengalami penyumbatan kateter.
Dua hari setelah wafat, Castillo awalnya pergi ke Rumah Sakit Los Ceibos untuk menjemput jenazah ayahnya.
Tetapi dia dihadapkan pada setumpuk mayat.
Dia sampai harus membayar staf rumah sakit 150 dollar AS, sekitar Rp 2,3 juta, untuk bisa mendapatkan Manuel dari 170 jasad yang ditumpuk.
Ketika dia mendapatkan jasad yang salah, oleh rumah sakit Castillo diminta mencari kembali di antara tumpukan mayat, termasuk di korban Covid-19.
"Jika tak ada wabah ini, saya tentu akan mencarinya," ujar Castillo. Dia menolak karena takut terpapar penyakit tersebut.
Tidak cukup tes
Kekacauan di rumah sakit dan rumah duka, ditambah lockdown dari pemerintah Ekuador, berarti banyak jenazah dibiarkan berhari-hari sebelum dievakuasi.
Quito, yang dalam beberapa hari terakhir mengumpulkan 1.400 jasad dari rumah maupun rumah sakit Guayaquil, memberi tahu pihak keluarga melalui situs mereka.
Baca Juga: Dosa Besar Nunung, Sembari Marah Pernah Lemparkan Segepok Uang ke Wajah Sang Ibu
Pada April hampir 6.700 orang meninggal, berdasarkan data dari otoritas.
Tapi hampir sebagian besar korban tidak dites Covid-19. Adapun menurut data dari Universitas Johns Hopkins, korban meninggal karena virus bernama resmi SARS-Cov-2 mencapai 425 orang.
Jurnalis Al Jazeera Teresa Bo, melaporkan dari Buenos Aires, melaporkan pakar menyebut data di Amerika Latin tak realistis.
Sebabnya, pemerintah lokal dianggap belum cukup menggelar tes, dan menjadi tantangan utama bagi otoritas di kawasan tersebut.
"Lebih banyak data tentu akan memberikan gambaran bagi negara Amerika Latin mengenai apa yang sedang terjadi di negaranya," ulas Bo.
Di Guayaquil, dua pemakaman setempat diperlebar agar bisa menampung mereka yang meninggal.
Castillo menuturkan, dia tak menemukan ayahnya di situs. Padahal, dia sudah menjabarkan ciri-ciri ayahnya.
Dia tak sendiri, ada banyak yang mengalami hal serupa dan menyalahkan pemerintah Ekuador.
Pengacara Hector Vanegas mengatakan, keluarga kerabat yang meninggal berhak untuk mengetahui di mana jasad orang yang mereka kasihi berada.
"Para keluarga itu terus mengungkapkan mereka menerima jenazah dengan identitas yang salah, atau ada jasad pria padahal seharusnya perempuan," tuturnya.
Vanegas yang mewakili keluarga di Guayaquil menjelaskan, dia bersiap melayangkan gugatan pemerintah karena dianggap menimbulkan kebingungan.
Moises Valle, staf farmasi berusia 37 tahun, berujar dia kehilangan ayahnya karena serangan jantung di Rumah Sakit Teodoro Maldonado carbo.
Ketika Valle bermaksud mengurus perizinan untuk mengklaim jenazahnya, dia mengetahui jasad sang ayah dibawa ke fasilitas lain.
Dia mengantongi izin untuk menjemput jenazah ayahnya di kota tetangga Duran.Dia bersiap untuk memakamkannya tanpa menggelar upacara. (Ardi Priyatno Utomo)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Duka Warga Kota Ekuador, Guayaquil, Mencari Jenazah Keluarga Mereka
(*)