Sosok.id - Seorang pembina pramuka sekaligus guru di SMPN 1 Turi, Sleman, Yogyakarta dijadikan tersangka atas tragedi susur sungai yang menewaskan sejumlah siswa.
Seperti yang telah diwartakan Sosok.ID sebelumnya, sebanyak 10 siswa SMPN 1 Turi meninggal dunia karena hanyut di Sungai Sempor saat melakukan kegiatan susur sungai.
Melansir dari Kompas.com dan Tribun Jogja, Kabid Humas Polda DIY, Kombes Yulianto mengatakan pria berinisial IYA telah ditetapkan sebagai tersangka.
Hal tersebut disampaikan dalam konferensi pers yang digelar oleh Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta pada Sabtu (22/2/2020) sore.
Dalam konferensi pers tersebut, Yulianto mengatakan, penetapan IYA sebagai tersangka dilakukan setelah polisi melakukan gelar perkara dan memeriksa sejumlah saksi.
Adapun, Yulianto juga menyampaikan, berdasarkan hasil gelar perkara yang dipimpin oleh Direktur Kriminal Umum Polda DIY, Kombespol Burkan Rudy pada Sabtu siang, status penyelidikan telah dinaikkan menjadi penyidikan.
“Ada tujuh orang saksi yang diperiksa, dan saat ini, sudah ada 1 dari saksi ditetapkan menjadi tersangka, pria berinisial IYA," ujar Yulianto, seperti dikutip Sosok.ID dari Tribun Jogja.
Tersangka dijerat pasal 359 dan 360 KUHP yakni pasal kelalaian yang menyebabkan orang lain meninggal dunia dan kelalaian yang menyebabkan orang lain luka-luka.
Dengan demikian, tersangka terancam hukuman maksimal 5 tahun penjara.
“Sementara ini, tersangka sedang dilakukan pemeriksaan selanjutnya dan BAP”, terang Yulianto.
Lebih lanjut, Yulianto menjelaskan, sore itu juga semua proses terkait identifikasi korban dipindahkan dari Puskesmas Turi ke Rumah Sakit Bhayangkara Yogyakarta.
Hal tersebut dilakukan mengingat alat-alat medis di RS Bhayangkara yang lebih memadai.
Melansir dari Kompas.com, walaupun sudah ditetapkan sebagai tersangka, tetapi Yulianto mengatakan IYA belum ditahan.
"Iya pembina. Dia juga sebagai guru di SMP itu. Belum (penahanan), kita masih melakukan pemeriksaan sebagai tersangka. Apakah nanti ditahan atau tidak, kita lihat pertimbangan dari penyidik," ucap Yuliyanto.
Terkait adanya tersangka tambahan, polisi masih akan melihat dari hasil pemeriksaan terhadap para saksi.
Yulianto mengatakan, saat ini pihaknya belum memeriksa siswa SMPN 1 peserta susur sungai karena mereka masih trauma dengan peristiwa tersebut.
"Nanti dilihat dari pemeriksaan saksi-saksi, karena dari pihak anak-anak, pihak peserta Pramuka belum kita lakukan pemeriksaan, karena pertimbangan bahwa mereka masih trauma akan peristiwa kemarin," terangnya.
Ia mengatakan, para siswa yang mengalami trauma akan mendapat pendampingan psikologis oleh tim trauma heaing yang disiapkan Polda DIY.
"Ketika mereka besok masuk sekolah, kita akan lakukan terapi secara psikologis kepada anak-anak itu," kata Yuliyanto.
Sementara itu, dilansir dari laman Twitter resmi Polda DIY @PoldaJogja dijelaskan ada tujuh pembina pramuka di SMPN 1 Turi.
Saat insiden terjadi, enam di antaranya ikut mengantar ke lokasi susur sungai, sementara satu orang lainnya menjaga barang siswa di sekolah.
Kemudian, empat orang mengikuti rombongan susur sungai ke lokasi dan satu orang menunggu di finish.
Setelah mengantar siswanya ke lembah Sempor, salah satu pembina meninggalkan lokasi.
"satu (satu) pembina ada keperluan sehingga meninggalkan rombongan setelah mengantar siswa di lembah Sempor. Dan yang meninggalkan peserta inilah statusnya dinaikkan menjadi tersangka," tulis akun @PoldaJogya.
Melansir dari Kompas TV, salah satu korban selamat, Tita Farza Pradita memberikan keterangan mengejutkan.
Gadis yang akrab disapa Tita itu mengaku mendengar warga memberikan peringatan pada pembina Pramuka sebelum melakukan susur sungai.
"Sama warga sudah diingetin. Saya mendengar ada warga yang memperingatkan," kata Tita, seperti dilansirSosok.ID dariKompas TV.
Namun, lanjutnya, peringatan tersebut justru dibalas dengan kata tak mengenakkan dari pembinanya.
"Katanya, 'Enggak apa-apa, kalau mati di tangan Tuhan', kata kakak pembinanya," ujar Tita yang mengaku mendengar langsung jawaban pembinanya tersebut.
(*)