Sosok.ID - William Aditya Sarana, salah satu anggota DPRD DKI Jakarta dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menjadi viral setelah soroti RAPBD yang kontroversial.
Dengan label kaum milenial yang melekat dalam dirinya karena usia yang masih tergolong muda di banding dengan anggota dewan yang lain.
Ia menggunakan kemudaannya dengan apa yang biasanya dekat dengan kehidupan anak muda.
Sebagai seorang anggota dewan, ia menggunakan metode baru dalam hal menyoroti kebijakan-kebijakan pemerintah daerah dengan menggunakan sosial media.
William mengajak kaum muda yang aktif di jaring sosial untuk jadi pemerhati terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.
Baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat untuk menciptakan birokrasi yang sehat.
Hal tersebut baru-baru ini dilakukan oleh politikus muda dari PSI tersebut saat mengkritisi anggaran "siluman" dalam KUA-PPAS.
William menggunakan akun sosial media pribadinya untuk mengajak kaum milenial menyoroti anggaran Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat.
Melalui akun Instagramnya, @willsarana, ia mengunggah gambar tentang RAPBD yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Jakbar yang mencapai nilai Rp 82 miliar.
Tak hanya itu saja, dalam keterangan unggahan ia juga keluhkan KUA-PPAS yang ta bisa diakses dari situs apbd.jakarta.go.id.
Padahal, rapat pembahasan mengenai hal tersebut di DPRD DKI sudah dimulai.
Dan saat rapat bersama jajaran Kadis dalam pembahasan di meja DPRD Jakarta Barat, William termasuk yang menjadi vokal mengkritisi isi dari RAPB tersebut.
Pria kelahiran 2 Mei 1996 ini baru saja diwisuda dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada akhir Agustus kemarin.
Sejak di bangku SMA, ia telah menggeluti dunia politik dengan menjadi anggota OSIS sebagai staf hubungan masyarakat.
Sementara di kursi kampus, William sempat menjabat sebagai ketua Mahkamah Hakim Konstitusi Universitas Indonesia.
Ia adalah anggota termuda DPRD DKI periode 2019-2024 dan merupakan satu dari delapan anggota terpilih Partai Solidaritas Indonesia.
Dilansir dari Kompas.com, sebagai seorang anak muda menjadi tantangan tersendiri ketika masa kampanye.
Ia bahkan sering diremehkan karena usia mudanya.
"Tantangannya yang pertama saya paling muda jadi diremehin. Anak muda bisa apa? Anak kemarin sore. Itu yang saya pernah bilang kalau anak muda itu kurang pengalaman, tetapi kita tuh bisa tambal dengan ilmu keberanian dan idealisme," ucap William, dikutip dari Kompas.com.
Saat memutuskan untuk masuk dalam ranah politik, William sempat dilarang oleh kedua orang tuanya.
Namun, ia tetap mengikuti panggilannya dan menjadi anggota DPRD DKI termuda.
Bahkan saat berkampanye di suatu wilayah, ia sempat tak dianggap hingga diajak berjabat tangan pun warga di daerah tersebut enggan.
Ketika ditanya kenapa memilih PSI sebagai kendaraan politiknya, ia menjawab bahwa ekosistem partai politik di Indonesia sebagian besar sudah tidak sehat.
Dan hanya PSI sebagai partai barulah yang dianggapnya masih sehat menjadi partai politik yang bisa disebut sebagai kuda hitam.
"Menurut saya, ekosistem parpol di partai lain itu sudah rusak. Sifatnya itu nepotisme sudah ada bekingan oligarkis tertutup. Kalau kita jadi orang baik sendirian di parpol yang lama misalnya itu enggak akan mengubah apa-apa," tuturnya, dilansir dari Kompas.com.
William juga menjadi salah satu perwakilan yang berhasil memenangi gugatan atas Perda Pasa 25 ayat (1) tentang Ketertiban Umum di Mahkamah Agung (MA).
Salah satu isi perda tersebut membahas wewenang gubernur untuk penetapan PKL di jalan dan trotoar.
Dan akhirnya, putusan MA membatalkan Pasal 25 ayat (1) tentang Ketertiban Umum. (*)