Sosok.ID - Myanmar berada dalam kekacauan sejak kudeta militer terjadi pada 1 Februari 2021.
Peristiwa itu mengakhiri reformasi ekonomi selama satu dekade dan langkah tentatif menuju demokrasi yang diprakarsai oleh militer setelah 49 tahun berkuasa di negara miskin yang kaya sumber daya itu.
Protes dan pemogokan selama berbulan-bulan telah melumpuhkan ekonomi, mengganggu perbankan, bisnis, dan banyak birokrasi.
"Memicu kekhawatiran bahwa Myanmar semakin dekat untuk menjadi negara gagal," lapor kantor berita Reuters, dilansir Sosok.ID, Jumat (7/5/2021).
Tiap hari, protes anti-kudeta semakin kencang digaungkan di Myanmar, semakin banyak pula korban tewas berjatuhan.
Disadur dari Reuters, seorang pejuang seni bela diri campuran yang bergabung dengan protes anti-kudeta di Myanmar dilaporkan terluka oleh bom rakitan.
Militer mengatakan pada Kamis (6/5/2021), pejuang seni bela diri itu ditangkap.
Ledakan di Myanmar terjadi di antara setidaknya tiga kota ketika junta bertempur untuk menegaskan kendali mereka atas negara itu.
Myawaddy TV militer melaporkan, pejuang seni bela diri itu adalah Phoe Thaw, 36, ditangkap di rumah sakit saat menerima perawatan untuk luka kaki yang dideritanya saat menguji bom rakitan pada Rabu (5/5/2021) malam di gym Yangon.
Phoe Thaw termasuk di antara empat orang yang ditahan dan dituduh militer berkolusi melakukan tindakan kekerasan.
Sejak kudeta 1 Februari, ledakan-ledakan kecil menjadi lebih sering terjadi akhir-akhir ini.
Ledakan itu sering terjadi di kota-kota di Myanmar, beberapa di gedung-gedung pemerintah atau militer.
Junta militer yang berkuasa mengklaim banyaknya ledakan sebagai yang bukti dari pemberontakan dengan kekerasan oleh para pendukung pemerintahan Aung San Suu Kyi yang digulingkan.
Diketahui Aung San Suu Kyi telah ditangkap pada hari kudeta.
Berbeda dengan klaim junta, pemerintah persatuan yang terdiri dari mantan politisi, kelompok pro-demokrasi, dan tentara etnis minoritas mengatakan, ledakan itu diatur oleh militer yang berusaha untuk mempertahankan kekuasaan dengan membasmi musuh-musuhnya.
MRTV memberitakan, ledakan terjadi pada hari Rabu di sebuah stasiun bus di Mandalay serta di sebuah bank dan perusahaan telekomunikasi milik militer di ibu kota Naypyitaw.
Hal ini mendorong seruan pemimpin junta Min Aung Hlaing untuk "tindakan efektif" terhadap para pelaku.
"Mereka menghancurkan negara," kata Min Aung Hlaing.
MRTV juga melaporkan bahwa surat perintah penangkapan sedang diminta untuk 40 pekerja medis dan guru yang dituduh mempromosikan kampanye pembangkangan sipil.
Phoe Thaw, yang ditangkap Junta, terkenal di Myanmar dan digambarkanmemegang tanda yang menantang Min Aung Hlaing selama protes anti-kudeta.
Gambar di Myawaddy TV pada hari Kamis menunjukkan Phoe Thaw berada di atas tandu, dengan kaki penuh luka dan luka bakar.
Seorang mantan kolega, yang identitasnya disembunyikan, dikutip dari Reuters mengatakan, bom rakitan itu ditinggalkan di tempat parkir mobil gym oleh seorang polisi yang menyamar sebagai warga sipil.
Insiden itu terjadi beberapa hari setelah militer melaporkan lima orang, termasuk seorang politisi di partai Suu Kyi, tewas dalam ledakan di wilayah Bago, dengan bahan pembuat bom ditemukan dari tempat kejadian.
Outlet media Irrawaddy dan Suara Demokratik Burma pada hari Kamis mengatakan seorang administrator pemerintah lokal ditikam sampai mati di Mandalay, pembunuhan kedua minggu ini, setelah penikaman fatal seorang pejabat yang ditunjuk junta di Yangon.
Baca Juga: PBB Harus Ambil Tindakan, Myanmar Terancam Perang Saudara Berdarah
Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), sebuah kelompok pemantau yang dilarang oleh militer, setidaknya 769 orang telah tewas dan hampir 3.700 ditahan oleh militer Myanmar sejak kudeta.
Kabar mengenai jumlah korban sulit untuk dikonfirmasi, sebab junta membatasi media dan bahkan menangkapi para wartawan.
Organisasi berita di negara itu juga diperintahkan ditutup, yang dianggap oleh junta sebagai pemicu kerusuhan.
Junta melarang penerima televisi satelit pada hari Selasa untuk memblokir siaran luar, menambah pembatasan berbulan-bulan pada layanan internet.
Baca Juga: Aneh, Saat Militer Myanmar Bantai Warganya, Rusia Malah Jalin Kerjasama Pertahanan dengan Naypyidaw
Lebih dari 200 kelompok masyarakat sipil pada hari Rabu (5/5) mendesak Dewan Keamanan PBB untuk memberlakukan embargo senjata di Myanmar, seruan terbaru untuk tindakan global terhadap para jenderal, yang secara historis tahan terhadap kritik internasional.
Kudeta tersebut telah menimbulkan kemarahan di seluruh Myanmar di antara orang-orang yang tidak mau mentolerir era pemerintahan militer lainnya.
Lebih banyak pemuda turun ke media sosial pada hari Kamis untuk menyatakan niat mereka untuk berlatih bertempur dalam "kekuatan pertahanan" pemerintah persatuan yang baru dibentuk, mengancam akan menyerang militer jika lebih banyak warga sipil terbunuh. (*)