Sosok.ID - Sejak 1 Februari, Myanmar berada dalam kekacauan karena kudeta yang dilakukan oleh junta militer.
Hal ini menuai reaksi protes massal di seluruh negeri.
Kekacauan yang telah terjadi selama lebih dari 1 bulan lamanya ini kian memakan korban jiwa.
Pada hari Senin (8/3/2021), tiga pengunjuk rasa anti-kudeta ditembak mati di Myanmar.
Setelah kejadian tersebut, para pengunjuk rasa di seluruh negeri berusaha melumpuhkan ekonomi Myanmar dengan aksi mogok yang diikuti dengan penggerebekan dan penangkapan malam hari di akhir pekan.
“Panggilan Mogok Umum” oleh Rakyat Myanmar
Dikutip dari The Policy Times, Selasa (9/3/2021), serikat pekerja Myanmar telah menyerukan pemogokan umum untuk menghentikan ekonomi.
Bank, pusat perbelanjaan, dan beberapa pabrik pakaian ditutup.
Baca Juga: Setelah Myanmar, Giliran PM Armenia Nikol Pashinyan yang Hendak Dikudeta Militer
Serikat Buruh mengatakan dalam sebuah pernyataan, "Untuk melanjutkan kegiatan ekonomi dan bisnis juga ... hanya akan menguntungkan militer karena mereka menekan energi rakyat Myanmar".
Bahkan serikat pekerja telah memutuskan untuk memulai 'Gerakan Pembangkangan Sipil'.
Para perwira militer telah memperingatkan para pegawai negeri bahwa jika mereka terus melakukan aksi mogok maka mereka akan dipecat.
Sebuah laporan menyatakan, “Meskipun petugas medis meninggalkan pos pemerintahan mereka untuk memulai gerakan pembangkangan sipil, banyak yang kembali ke rumah sakit pemerintah sebagai tanggapan atas meningkatnya kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai”.
Hingga kini sudah lebih dari 33 korban yang dibunuh aparat Myanmar.
Baca Juga: Myanmar Rusuh, Singapura Minta Warganya Agar Segera Minggat dari Sana Demi Keselamatan Jiwa
Reaksi Internasional tentang Kudeta
Pengambilalihan militer Myanmar telah dikecam oleh beberapa negara.
Antonio Guterres, Sekretaris Jenderal PBB mengatakan, "Pengambilalihan militer merupakan pukulan serius bagi reformasi demokrasi".
Tindakan keras selanjutnya telah menuai kecaman internasional yang besar.
Bahkan, AS dan Inggris telah menanggapi dengan sanksi terhadap personel militer kunci.
China, di sisi lain, telah memblokir pernyataan Dewan Keamanan PBB yang mengutuk kudeta tersebut.
Intervensi internasional di Myanmar sebelumnya ditentang oleh Beijing. Negara mendesak semua pihak untuk menyelesaikan perbedaan.
Advokasi & Rekomendasi Kebijakan TPT
Korban tewas di Myanmar meningkat dalam skala besar. Pasukan keamanan Myanmar tidak memiliki hak untuk menggunakan pasukan mematikan.
Pemerintah Myanmar harus mengambil langkah tegas untuk menghentikan protes yang membawa bencana ini secepat mungkin.
Untuk menekan masyarakat internasional agar turun tangan, para pengunjuk rasa siap mengorbankan diri.
Jepang bersama China dapat menggunakan tekanan rekan mereka pada pasukan keamanan Myanmar sehingga kerja sama tersebut dapat berjalan dengan mudah. (*)