AS Jangan Naif, Bahkan Jika Mengemis Sekali pun China Belum Tentu Mau Kerja Sama: Tidak Akan Jika Tanpa Dasar Kesetaraan!

Jumat, 29 Januari 2021 | 20:13
Da qing - Imaginechina/VCG via Global Times

China vs AS

Sosok.ID - Perpindahan jabatan Presiden Amerika Serikat (AS) dari Donald Trump ke Joe Biden diwarnai dengan protes dari China.

Di masa akhir jabatannya, Menteri Luar Negeri AS era Donald Trump, Mike Pompeo mengumumkan bahwa kejahatan genosida telah terjadi di China.

Pompeo meyakini muslim Uighur di Xinjiang saat ini sedang mengalami penyiksaan dari pemerintah China.

Hal itu sontak memantik reaksi keras Negeri Panda. Xi Jinping dalam pidatonya bahkan telah mengingatkan tentang "perang dingin baru" yang diduga kuat ditujukan untuk Joe Biden.

Baca Juga: AS Mencla-mencle, Joe Biden bak Ingin Berkawan padahal Lawan, China: Jika Ingin Makan dengan Kami, Jangan Ludahi Meja Kami!

Baca Juga:Terlilit Utang dengan China, Inilah 8 Negara yang Diprediksi Bisa Bangkrut Jika Terus-Terusan Bergantung Pada Utangan China

Sebab Menlu AS yang baru, Antony Blinken sependapat dengan Mike Pompeo terkait klaim genosida.

Meski demikian, Blinken juga menyatakan keinginan kerja sama dengan China, membuat Beijing tak mengerti dengan pilihan AS ingin menjadi lawan atau kawan.

"Pernyataan terbaru para pejabat senior AS tentang China yang menunjukkan sikap bingung bercampur dengan permusuhan, bias dan tuntutan kerja sama," kata para ahli China pada Kamis (28/1/2021), dikutip Sosok.ID dari Global Times.

Zhao Lijian, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, dengan tegas menanggapi dukungan Blinken pada Pompoe mengenai genosida.

Baca Juga: 'Api akan Bakar Diri Sendiri', China Peringatkan Joe Biden dan Taiwan Jika Tak InginLumpuh di Medan Pertempuran: Kemerdekaan Berarti Perang!

"Masalah penting perlu diulang tiga kali: China tidak memiliki genosida, China tidak memiliki genosida, China telah tidak ada genosida. Period."

"Pernyataan anti-China Pompeo harus dibuang ke tong sampah sejarah," kata Zhao Lijian.

Lu Xiang, seorang ahli studi AS mengatakan, Joe BIden harus menentukan pilihannya. Apakah harus berkolega atau tidak.

"Jika Anda ingin makan malam dengan kami (kerja sama), Anda tidak dapat meludahi kami di meja (konfrontasi)," kata lu Xiang.

Baca Juga: Hubungan AS-Palestina Dibawah Joe Biden, Jutaan Dolar Bantuan yang Dipotong Trump Dikembalikan hingga Solusi Konflik Israel

"Kami berharap Biden dan Blinken bisa menjadi lebih baik dan dewasa, daripada tidak dihormati seperti Donald Trump dan Pompeo," lanjutnya.

Ada juga seruan baru-baru ini bagi Amerika untuk menyesuaikan strateginya dan membangun koalisi sekutu dan mitra untuk mengatasi tantangan China dan memulihkan keseimbangan dan legitimasi di Asia-Pasifik.

Penyesuaian seperti itu diibaratkan China bak memasukkan anggur lama ke dalam botol baru.

"Ini dapat menyebabkan kesalahan yang sama yang dibuat di masa lalu dan menciptakan ketidakseimbangan baru, yang selanjutnya akan mengganggu tatanan regional," Duta Besar China untuk AS Cui Tiankai mengatakan dalam pidato utama pada dialog online, Kamis.

Baca Juga: Mata dari Udara, AU China Sambut Kedatangan Pesawat Pengintai Terbaru KJ-600

"Pada titik sejarah ini, kita menghadapi pilihan konsekuensial lagi ... China dan Amerika Serikat harus tetap terhubung erat, dan memulihkan kepercayaan, rasa hormat, dan kenormalan di antara mereka."

"Sementara China berharap Amerika sukses penuh dalam membangun persatuan, dalam penyembuhan dan pemulihan, juga diharapkan integritas, keterusterangan, rasa hormat dan visi akan kembali ke kebijakan China-nya, "kata Cui.

Baca Juga: Seenak Jidat Lakukan Transaksi Haram di Laut Indonesia, China 'Mengemis' agar 25 Awak Mereka Ditahan dengan Adil

China minta AS jangan naif

Pada konferensi pers hari Rabu, Blinken menuntut kerja sama dengan China, membuat Beijing meminta AS agar tidak bersikap naif.

China tidak akan menerima kerja sama dengan AS jika tidak ada kesetaraan.

"Bukan rahasia bahwa hubungan antara AS dan China adalah hubungan paling penting yang kami miliki di dunia ke depan. Ini akan membentuk banyak masa depan, dan semakin banyak hubungan itu yang memiliki beberapa aspek permusuhan," kata Blinken.

"Dan itu juga masih ada yang kooperatif." kata Blinken, menyebut "iklim" dan mengatakan bahwa itu untuk kepentingan China, AS, dan seluruh dunia.

"Jadi saya pikir dan berharap kita bisa mengejar itu (kerja sama)," katanya.

Baca Juga: Pejabat China Ketakutan Saat WHO Selidiki Asal-usul Pandemi, Warganya 'Menangis' Beberkan yang Terjadi di Awal Kemunculan Covid-19, Misteri Akan Terungkap?

Tetapi tak seperti kata Blinken, utusan khusus presiden Gedung Putih untuk iklim John Kerry mengatakan pada hari Rabu bahwa tidak ada masalah yang dimiliki AS dengan China yang akan "diperdagangkan" untuk iklim.

"Jelas kami memiliki perbedaan serius dengan China ... masalah pencurian kekayaan intelektual dan akses ke pasar."

"Kita semua tahu tidak ada dari isu-isu itu yang akan ditukar dengan apapun yang berhubungan dengan iklim," katanya.

Lu mengatakan kepada Global Times,dikutip Sosok.ID bahwa "Pejabat AS akan terlalu naif jika mereka yakin China akan menerima dialog dan kerja sama tanpa dasar kesetaraan dan saling menghormati."

Baca Juga: China Ungkap Tingkat Deteksi Covid-19 Lebih Efektif Jika Swab Diambil dari Dubur

China telah sangat jelas pada intinya - kerja sama dengan AS tidak dapat merusak keamanan, kepentingan pembangunan, dan kedaulatan China.

Seperti dalam urusan yang terkait dengan Hong Kong, Xinjiang, dan Taiwan, kata Xin Qiang, wakil direktur Center for American Studies di Universitas Fudan.

Jin berkata bahikap China akan sangat pragmatis. Tetapi jika AS mau bersikap kontruktif, kerja sama masih mungkin terjadi.

"Masalah keamanan selalu menjadi yang teratas, termasuk Taiwan dan Laut China Selatan, karena konflik apa pun akan menjadi bencana.

"Yang kedua adalah ekonomi dan perdagangan, karena ini tentang mata pencaharian semua orang. Jadi, apakah AS dapat bersikap konstruktif atau menambahkan tidak lebih banyak ketegangan di dua bidang ini, dimungkinkan untuk memulai kembali dialog atau kerja sama." (*)

Editor : Rifka Amalia

Sumber : Global Times

Baca Lainnya