Sosok.ID - Di dalam gubuk beralas tanah basah bekas hujan dengan atap asbes, seorang wanita bernama Sami berusaha menjalani kehidupannya sehari-hari.
Tak sedikit pun keluhan meluncur dari mulut Sami kepada suaminya yang kini terbaring sakit-sakitan.
Jadi istri orang sejak kelas 4 SD rupanya membuat Sami menjadi sosok yang tangguh dan legowo dengan kehidupan keras yang dijalaninya.
Dilansir Sosok.ID dari Kompas.com, Kamis (7/11/2019), Sami (33) adalah warga Desa Tampojung Pregi, Kecamatan Waru, Kabupaten Pamekasan, Madura.
Sami memiliki suami bernama Mat Suri dan sepasang anak yang aktif dan lincah, Ahmad Ropiqi (10) dan Rohematul Aliyah (5).
Bersama dengan suami dan kedua anaknyalah, Sami sehari-hari tinggal di dalam gubuk berukuran 4x3 meter.
Tepat beberapa meter di samping rumah, terdapat tiga ekor sapi titipan tetangga yang dirawat Sami bersama dengan suaminya.
Kelak, bila sapi-sapi itu dijual, sang pemilik akan membagi keuntungannya dengan Sami dan suaminya.
Di gubuk kecilnya itulah Sami menceritakan sepenggal perjalanan hidupnya.
Sami mengatakan bahwa ia bersama dengan sang suami telah menempati gubuk ini selama 40 tahun.
Usai menikah dengan Mat Suri, Sami dibawa tinggal di sebuah gubuk berdinding rotan berukuran 4x3 meter dengan lantai tanah dan atap asbes.
Sami sama sekali tidak protes dengan keadaan rumah Mat Suri.
Di gubuk kecil inilah Sami dan Mat Suri dikaruniai sepasang anak yang lincah dan aktif.
Namun setahun yang lalu, kondisi gubuk yang mereka tinggali selama puluhan tahun itu mulai memburuk.
Dindingnya yang terbuat dari rotan mulai lapuk dimakan usia dan habis jadi sarang rayap.
Pada akhirnya, gubuk kecil mereka pun terpaksa harus dirobohkan.
Khawatir ambruk, sekalian saya robohkan gubuk itu karena usianya sudah tua dan membahayakan keluarga saya," ujar Mat Suri di dampingi sang istri.
Usai dirobohkan, Mat Suri tak bisa langsung membangun kembali rumahnya.
Bukannya membangun rumahnya kembali, suami Sami itu justru membangun surau kecil.
Bahan-bahan seperti kayu dan dinding pun didapat Mat Suri dari bantuan warga sekitar.
"Saya bisa beli atap asbes, semen dan kawat. Bahan-bahan itu saya buat pondasi dan tiang penyangga rumah.
Pembangunannya dibantu tetangga dengan gotong royong tanpa biaya," ungkap Mat Suri.
Usai rumahnya kembali tegak dengan atap asbes, Mat Suri sampai detik ini belum sanggup menyelesaikannya.
Untuk mengakali rumahnya yang tak berdinding, Mat Suri menggunakan terpal, sarung dan plastik bekas sebagai dinding.
Bila hujan turun, rumahnya berserta isinya akan basah semua oleh air hujan yang kena hempasan angin.
Mengutip Kompas.com, sudah 40 tahun lebih Sami membangun rumah tangga dengan suaminya, Mat Suri.
Ya, kendati demikian, Sami rupanya bukan cinta pertama sang suami.
Sami pertama kali bertemu dengan Mat Suri ketika usianya masih sangat belia.
Kira-kira saat itu Sami masih berusia 11 tahun dan duduk di kelas 4 SD.
Waktu itu Sami masih bocah ingusan, tak tahu sama sekali konsep berumah tangga atau biduk hidup pernikahan.
Namun anehnya, saat itu Sami bersedia menikah dengan sang suami, Mat Suri di usia yang begitu muda.
Boro-boro tahu urusan rumah tangga, akhil baliq saja mungkin Sami saat itu belum melewatinya.
"Waktu saya dinikahi dulu, Mat Suri sudah ubanan. Saya masih duduk di kelas IV SD," kenang Sami seperti yang dikutip Sosok.ID dari Kompas.com, Kamis (7/11/2019).
Sami sendiri adalah istri kedua Mat Suri dan telah hidup bersama dengannya selama 40 tahun.
Sementara istri pertama Mat Suri masih hidup dan belum dicerai namun hidup terpisah.
Mat Suri mengakui lebih menyayangi Sami lantaran sang istri lebih teruji kesabarannya meski hidup miskin.
"Sami cukup sabar meskipun hidup miskin. Tidak hanya sabar merawat anak-anak, kepada saya yang sudah sakit-sakitan masih sabar bertahan hidup," kata Mat Suri.
Ini terbukti kala Mat Suri mulai sakit-sakitan dan tak mampu lagi bekerja.
Saat itulah Sami berganti peran dengan sang suami menjadi tulang punggung keluarga.
Mengutip Kompas.com, apa saja Sami kerjakan selama masih ada upahnya, mulai dari mencuci, mencangkul ladang hingga memetik daun tembakau.
Sebab bila tak seperti itu, Sami dan keluarganya tak bisa makan.
"Saya tidak pilih-pilih pekerjaan. Yang penting ada upahnya. Kalau tidak begitu, keluarga saya tidak bisa bertahan hidup. Sebab, saya belum pernah mendapatkan bantuan apapun dari pemerintah," tegas Sami.
Beberapa warga yang ikut prihatin dengan kondisi keluarga Mat Suri, membantu kebutuhan sandangnya, seperti yang dilakukan Sugianto.
"Kalau ada tambahan rezeki, saya bantu beras dan kebutuhan dapurnya. Memprihatinkan sekali kondisi keluarga Mat Suri," ujar Sugianto.
(*)