Sosok.ID - Bagi masyarakat Jawa, pelaksaan hari raya lebarandilakukan dua kali, yakni Idul Fitri dan lebaran ketupat.
Lebaran ketupatbiasanya digelar setelah perayaan Idul Fitridilaksanakan.
Hari raya Idul Fitri dirayakan pada 1 Syawal, sementara lebaran ketupat digelar satu minggu setelahnya.
Lebaran ketupatsendiri telah menjadi tradisi Idul Fitriyang sudah dilakukan masyarakat Jawasejak zaman dahulu.
Dikutip dari Kompas.com, 30 Mei 2020, dalam buku Indonesia Punya Cerita: Kebudayaan dan Kebiasaan Unik di Indonesia (2012) karya Yusuf, Toet, lebaran ketupat dilaksanakan 6 hari setelah perayaan Idul Fitri.
Itu berarti, lebaran ketupat biasanya akan jatuh pada tanggal 7 Syawal.
Tradisi lebaran ketupat sendiri kini telah meluas ke seluruh pelosok Indonesia hingga ke Singapura dan Malaysia.
Diduga, tradisi lebaran ketupat ini disebar oleh orang-orang Jawa yang merantau.
Dilansir situs nu.or.id, lebaran ketupat pertama kali diperkenalkan oleh salah satu walisongo, Sunan Kalijaga .
Sunan Kalijaga memperkenalkan dua istilah bakda kepada masyarakat Jawa, yakni bakda lebaran dan bakda kupat.
Bakda lebaran dipahami sebagai proses pelaksanaan shalat ied pada 1 Syawal sementara bakda kupat dimulai satu minggu setelah idul fitri.
Saat lebaran ketupat, msyarakat biasanya akan membuat ketupat untuk diantar ke kerabat terdekat atau mereka yang lebih tua.
Ketupat yang diantar ini sendiri memiliki arti sebagaisimbol kebersamaan dan lambang kasih sayang.
Lebaran ketupat memiliki filosofi, di mana kata "ketupat" atau "kupat" berasal dari istilah bahasa Jawa yaitu "ngaku lepat" (mengakui kesalahan) dan "laku papat" (empat tindakan).
Pada prosesi ngaku lepat biasanya dilaksanakan dengan tradisi sungkeman.
Sungkeman sendiri adalah seorang anak yang bersimpuh dan memohon maaf di hadapan orang tua atau orang yang dituakan.
Prosesi ngaku lepat ini juga dilakukan kepada tetangga, kerabat dekat maupun jauh hingga masyarakat muslim lainnya.
Lebaran ketupat diyakini merupakan tuntunan yang luhur untuk menjadi pribadi lebih baik.
Lebaran ketupat juga salah satu budaya keislaman di tanah Jawa yang tetap dipertahankan dan tidak punah.
(*)