"Mitos-mitos soal membawa senjata, minum martini, itu tidak berlaku. Tapi ada satu aspek dari film itu yang benar. Kami memang punya Q. Dan Q itu sejatinya memang ada," katanya, merujuk sosok kepala riset dan pengembangan dalam film-film James Bond.
"Kami punya sejumlah ahli teknologi brilian yang memasok kami dengan berbagai macam perangkat."
Hanya saja, katanya, "perangkat kami lebih baik ketimbang punya Bond," sambungnya.
Ternyata tak mudah untuk bisa masuk menjadi salah satu anggota agen rahasia Inggris.
Sejumlah kriteria pun harus dipenuhi oleh orang-orang yang bakal dijadikan agen rahasia.
"Prosesnya ruwet, tapi kami punya staf penyeleksian karyawan yang piawai, sehingga lebih memudahkan bagi kami."
"Menurut saya cukup nyaman," jelasnya soal wawancara tiga sampai delapan jam yang dihadapi semua calon mata-mata baru dengan "petugas penyeleksian".
Lebih mengejutkan lagi, agen rahasia Inggris ternyata tidak harus lulusan dari dua universitas kenamaan di negeri Ratu Elizabeth.
"Itu adalah salah satu mitos besar. Saya bukan lulusan Oxford atau Cambridge dan kami punya banyak orang yang lulusan sekolah lain, yang tidak pernah kuliah di universitas, tapi bukan berarti mereka tidak punya keunggulan apa-apa."