"Meskipun China dan Malaysia memiliki klaim teritorial yang tumpang tindih, perselisihan ini berada dalam lingkup hubungan bilateral kedua negara," lapor Global Times.
"Mereka seharusnya tidak dibesar-besarkan. Mereka yang membuat sensasi masalah ini jelas sedang mencari alasan untuk mengganggu situasi regional dan memperluas kehadiran militer AS."
Layanan berita yang didanai pemerintah AS Radio Free Asia mengutip Collin Koh, seorang analis keamanan maritim yang berbasis di Singapura, mengkritik tindakan angkatan udara China "tidak hanya intimidasi terang-terangan terhadap Malaysia, tetapi juga predator dan oportunistik."
"Tuduhan seperti itu sama sekali tidak berdasar," tulis media China.
China menilai, hubungan China-Malaysia selalu dalam keadaan yang relatif baik dan stabil.
Misalnya, pada 21 Mei, Perdana Menteri China Li Keqiang mengadakan konferensi video dengan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin.
Selama konferensi, mereka bertukar pandangan mendalam tentang hubungan dan kerja sama Tiongkok-Malaysia, serta kerja sama internasional dalam perang melawan COVID-19.
"Tidak ada "intimidasi" antara China dan Malaysia. Kami percaya insiden ini pada akhirnya akan diselesaikan secara damai melalui cara-cara diplomatik."
"Namun, beberapa media dari AS dan negara-negara Barat lainnya telah menghipnotis apa yang disebut teori ancaman China mengenai insiden ini. Jelas, niat mereka yang sebenarnya adalah untuk menarik garis pemisah antara China dan Malaysia dan terus merusak perdamaian dan stabilitas regional."
AS mengklaim sebagai kekuatan penting dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia-Pasifik.