Sosok.ID - Sebuah lembaga pemikir Amerika Serikat (AS) yang berbasis di Washington mengatakan, Filipina telah "secara substansial" meningkatkan jumlah kapal yang berpatroli di wilayah sengketa Laut China Selatan.
Hal ini menyusul pertemuan dengan penjaga pantai dan kapal milisi China.
Asia Maritime Transparency Initiative (AMTI) dari Pusat Kajian Strategis dan Internasional mengatakan bahwa mereka telah mengamati hal itu dari 1 Maret hingga 25 Mei.
“13 kapal penegak hukum atau militer Filipina membayar total 57 kunjungan ke perairan di sekitar Kepulauan Spratly dan Scarborough Shoal," ujar lembaga tersbeut, mengutip South China Morning Post, Jumat (28/5).
Patroli itu disebut sebagai "peningkatan substansial selama 10 bulan sebelumnya, ketika tiga kapal dilacak melakukan tujuh kunjungan total ke fitur yang diperebutkan".
Angka-angka tersebut dirilis dalam sebuah laporan pada hari Rabu (26/5), didasarkan pada "data pelacakan dari penyedia komersial Marine Traffic dan citra satelit dari Maxar dan Planet Labs", kata lembaga think tank itu.
Tidak hanya patroli lebih sering, tetapi lokasi Filipina telah berubah untuk memasukkan empat fitur laut yang disengketakan yang tidak dikunjungi selama periode sebelumnya.
Sebelum Maret tahun ini, patroli biasanya pergi ke dan dari Pulau Thitu yang diduduki Filipina, yang disebut sebagai Pag-asa oleh Filipina.
“Tapi patroli baru-baru ini termasuk Second Thomas Shoal, yang diduduki oleh Filipina tetapi setiap hari dipatroli oleh China; Whitsun Reef, tempat gerombolan milisi baru-baru ini terdeteksi; Sabina Shoal yang kosong di dekat Second Thomas; dan Scarborough Shoal, tempat China mempertahankan keberadaannya secara permanen sejak 2012,” kata AMTI.
Lembaga pemikit itu mengatakan bahwa dari data satelit, mereka tidak dapat memverifikasi klaim 4 Mei dari penasihat keamanan nasional Filipina Hermogenes Esperon yang menyebut bahwa penjaga pantai dan kapal milisi China terlibat dalam "manuver berbahaya".