Untuk itu, pemerintah Indonesia berkomitmen melakukan pemanfaatan tren dari teknologi yang sudah mendunia tersebut.
"Kemudian, perhatian mengenai perubahan iklim dengan kemampuan kita untuk membangun dan terus meningkatkan daya saing dari industri otomotif yang berbasis baterai," kata Sri Mulyani.
Indonesia dalam hal ini berkomitmen secara global di bidang perubahan iklim dengan menurunkan jumlah emisi gas rumah kaca atau CO2.
"Kita akan menurunkan 29 persen dari emisi CO2 kita dengan usaha sendiri atau kita akan menurunkan CO2 sebesar 41 persen pada 2030 apabila ada dukungan dan kolaborasi internasional," pungkasnya.
Menristek dorong produksi baterai lithium
Sebelumnya, pemerintah dalam hal ini Kementerian Riset dan Teknologi BRIN mendorong industrialisasi baterai lithium untuk kendaraan berbasis listrik.
Menristek Bambang Brodjonegoro menuturkan Indonesia seharusnya bisa menjadi pemain pasar produsen baterai listrik karena pasokan bijih nikel yang melimpah.
"Baterai Lithium merupakan sektor yang perlu kita dorong di mana pemanfaatannya dapat diaplikasikan dalam kendaraan listrik maupun sistem penyimpanan energi untuk pembangkit listrik energi terbarukan," kata Menteri Bambang dalam webinar Sabtu (6/2/2021).
Menurutnya, sepanjang 2019 Indonesia menjadi produsen bijih nikel terbesar di dunia dengan menghasilkan 800 ribu ton bijih nikel per tahun.