Pengaturannya saat ini masuk di KUHP yang deliknya dinilai terlalu umum.
Pengaturan lain tentang minuman beralkohol tersebar dalam berbagai bentuk, seperti keputusan presiden dan peraturan menteri yang dianggap tidak begitu kuat jika dibandingkan dengan undang-undang.
Sementara itu, Illiza menilai, aturan larangan minuman beralkohol merupakan amanah konstitusi dan agama bahwa tiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin dan bertempat tinggal di lingkungan yang baik.
"Sebab itu, melihat realitas yang terjadi seharusnya pembahasan RUU Minuman Beralkohol dapat dilanjutkan dan disahkan demi kepentingan generasi yang akan datang," kata Illiza saat dihubungi, Rabu (11/11/2020).
Jalan panjang Sebelum masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 sebagai usul inisiatif DPR, rencana pembahasan RUU ini telah melewati jalan yang cukup panjang.
Pada periode 2009-2014, saat itu Fraksi PPP menjadi satu-satunya fraksi di DPR yang mengusulkan agar RUU ini dibahas.
Namun, karena waktu yang tidak memungkinkan akhirnya usulan itu kandas.
Usulan itu kemudian dibawa kembali pada periode selanjutnya.
Selain PPP, ada Fraksi PKS yang turut menjadi pengusulnya.
Panitia khusus RUU ini kemudian dibentuk pada 2015 dengan Arwani Thomafi, anggota Fraksi PPP, yang ditunjuk sebagai ketua pansusnya.