Muhajir memang sedikit beruntung karena mendapatkan rumah sederhana yang hanya ditinggalinya dengan keluarganya.
Sementara pengungsi lain terpaksa berbagi rumah dengan satu atau bahkan 6 keluarga lain, padahal ukuran rumah darurat itu tak luas.
"Satu rumah ada yang ukuran 4x4, 4x6, tapi semuanya kami usaha sendiri," katanya.
Namun, di pengungsian, mereka tetap harus berjuang sendiri memenuhi kebutuhan hidup.
"Pemerintah hanya bantu awal 99 saja, habis bantuan kemanusiaan tidak ada, sekarang ini (rumah) kita bangun sendiri," aku pria yang sekarang bekerja di peternakan ini pada ABC.
Apalagi, di awal-awal kedatangannya ke Noelbaki, kondisi pengungsian jauh lebih ramai, kenang Muhajir.
"Dulu cukup banyak, ada 7000 kepala keluarga yang tinggal di Noelbaki, sekarang tinggal 412 kepala keluarga (atau hampir 3000an orang lebih),"
"Itu karena dulu sudah ada yang ikut repatriasi kembali ke Timor Leste, ada yang ikut transmigrasi di Sulawesi, ada yang pindah ke wilayah NTT lain," tuturnya.
Dibanding di tanah kelahirannya, ia merasa hidupnya jauh lebih baik di tanah pengungsian.