Negeri itu dirampok habis-habisan dari sumber daya petrokimia, baik untuk rezim buruh maupun liberal.
Meski begitu, Australia justru sesumbar mengeklaim perannya sebagai 'pahlawan' bagi Bumi Lorosae.
Hal itu berkaitan dengan pasukan Interfet pimpinan Australia, yang berperan mengatasi krisis kemanusiaan dan keamanan Timor Leste sekitar tahun 1999-2000.
Melalui artikel berjudul 'Australia cast itself as the hero of East Timor. But it was US military might that got troops in', seorang jurnalis bernama Paul Daley menentang klaim tersebut.
Paul Daled merupakan koresponden luar negeri dan pertahanan yang berbasis di Canberra yang pada Agustus 1999 melaporkan untuk Sunday Age.
Melansir The Guardian (30/8/2020), Menurut Daled, sangat jelas gerakan diplomatik dan militer Australia sebelum dan sesudah pemungutan suara otonomi Timor.
Menurutnya, John Howard menunjuk pada dua momen penting dari masa jabatan perdana menteri yang paling dia banggakan, yaitu tanggapan terhadap pembantaian Port Arthur tahun 1996 dan peran Australia di Timor Leste.
"Setelah kekerasan berkurang, dan ketika Timor Leste mulai memerintah dirinya sendiri, Australia telah menjadikan dirinya sebagai pahlawan Timor Lorosa'e," katanya.
Ia mengungkapkan bahwa pasukan Interfet yang dipimpin Australia, dengan cakap dipimpin oleh gubernur jenderal, Peter Cosgrove, sangat kontras dengan militer Indonesia (TNI), yang secara moral bertindak sebagai milisi pro-integrasi di provinsi.
Namun, kenyataan yang terjadi tidak demikian. Justru Australia sangat ingin menghindari penempatan pasukan penjaga perdamaian militer.