Sosok.ID - Misteri kematian mahasiswi S2 di Mataram yang diduga gantung diri akhirnya terungkap.
Sebelumnya, beberapa waktu lalu warga Jalan Arofah II, BTN Royal, Kelurahan Jempong Baru, Kecamatan Sekarbela, Kota Mataram dihebohkan dengan temuan mayat seorang wanita.
Mahasiswi S2 hukum tersebut ditemukan tergantung di ventilasi rumah kekasihnya pada 25 Juli 2020 lalu.
Dilansir Sosok.ID dari Kompas.com, awalnya mahasiswi berinisial LNS (23) itu diduga gantung diri.
Namun, keluarga korban yakin bahwa LNS telah dibunuh oleh seseorang.
Hal itu disampaikan oleh kuasa hukum keluarga LNS, Yan Magandar.
"Kuat dugaan apa yang dialami LNS adalah pembunuhan. Kuat dugaan LNS digantung setelah tewas sehingga terkesan LNS gantung diri atau bunuh diri karena depresi," kata Yan, seperti dikutip Sosok.ID dari Kompas.com.
Pihak kepolisian dari Polres Kota Mataram pun melakukan penyelidikan dan memeriksa 23 saksi termasuk kekasih korban, R (22).
Benar saja, ternyata LNS adalah korban pembunuhan yang sengaja direkayasa agar ia terlihat seperti bunuh diri.
Adapun, dalang di balik kematiannya tak lain dan tak bukan adalah kekasihnya sendiri, R.
Melansir dari Antara, hal itu disampaikan oleh Kabis Humas Polda NTB Kombes Pol Artanto dalam konferensi pers yang digelar di Mapolres Mataram, Jumat (14/8/2020).
"Berdasarkan hasil penyidikan, korban berinisial LNS diduga dibunuh kekasihnya berinisial R yang berusia 22 tahun," kata Artanto, seperti dikutip Sosok.ID dari Antara.
Ia menyebut motif tersangka R membunuh kekasihnya berkaitan dengan persoalan kehamilan LNS.
Tersangka, lanjutnya, mencekik korban hingga tewas kemudian mengambil skenario gantung diri.
Sebelum insiden pembunuhan itu, tersangka sempat mengajak korban untuk berhubungan badan.
Sementara itu, melansir dari Kompas.com, kronologi kejadian bermula ketika korban mendatangi kediaman tersangka pada Kamis, 23 Juli 2020 sekitar pukul 17.00 WITA.
Pasangan kekasih itu kemudian berbicara sampai timbul perselisihan setelah R meminta izin untuk pergi ke Bali selama dua hari, tapi tak mendapat izin dari korban.
Saat itu lah, korban mengancam akan bunuh diri dan memberi tahu ke orang tua pelaku soal kehamilannya.
Tersangka pun berusaha menenangkan korban hingga perselisihan itu sempat mereda.
Tapi tak lama kemudian orang tua tersangka menelepon dan memintanya pulang ke Janaparia, Lombok Tengah.
"Orang tua pelaku menelepon sebanyak tiga kali. Tiga kali juga tersangka R meminta izin kepada korban untuk pulang ke Janapria.
"Karena tetap tidak diizinkan oleh korban, tersangka menjadi kesal dan capek ketika korban mengancam dengan anak panah," terang Artanto, seperti dikutip Sosok.ID dari Kompas.com.
Tersangka yang emosinya terlanjut tersulut kemudian meminta korban untuk tidak macam-macam.
Ia lalu mencekik korban hingga tewas pada Kamis malam sekitar pukul 19.30 WITA.
Beberapa saat merenung, tersangka kemudian merancang skenario membuat korban seolah-olah tewas karena gantung diri untuk menutupi perbuatannya.
"Untuk memuluskan aksinya menghilangkan jejak, tersangka mengambil baju untuk mengelap keringat yang masih menempel di tubuh korban.
"Tersangka juga sempat membersihkan keringatnya yang menempel di tubuh korban," kata Artanto.
Akibat perbuatannya, R dijerat pasal 338 KUHP tentang pembunuhan sub pasal 351 aayat (3) KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
(*)