Menurut Anies, hal ini dikarenakan tidak adanya adanya standar operasional prosedur (SOP) terkait antisipasi, penanganan genangan banjir, dan penanganan sesudah air surut (recovery).
Oleh karenanya Anies meminta anak buahnya untuk segera menyusun SOP dan membuat sistem peringatan dini untuk mengantisipasi banjir dalam waktu dua minggu.
"Jadi, kalau Bendungan Katulampa tinggi muka airnya sekian, tempo kirimannya sekian, (pintu air) Manggarai sekian, lalu wilayah mana yang kena banjir itu sudah ada algoritma yang dipakai untuk memprediksi dan mempersiapkan," ujarnya.
Cara ini dianggap efektif sehingga petugas BPBD dan Dinas Kesehatan dapat segera mengantisipasi.
"Kesiapan seperti ini baru namanya early warning system," kata Anies.
Jika SOP sudah tersusun, Anies berharap agar SOP tersebut menjadi pegangan bagi para pejabat tingkat desa.
"Dalam waktu 2 minggu, ini harus sudah selesai. Kalau bisa, ini seperti buku pegangan yang bisa jadi pedoman RT, RW, lurah, dan camat," tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Anies Baswedan menilai penggunaan TOA sebagai early warning system (EWS) banjir tidak efektif untuk digunakan.
"Ini bukan early warning system, ini toa. Kalau EWS itu kejadian air di Katulampa sekian, lalu Dinas Perhubungan, Dinas Kesehatan, MRT, Satpol PP, seluruhnya tahu wilayah mana yang punya risiko," ucap Anies Baswedan.
"Jadi, sebelum kejadian kita sudah siap antisipasi," sambungnya.