Bahkan tubuh pamannya tersebut hanya tulang berbalut kulit yang terkapar di tepi jalanan lantaran kelaparan.
Park dibesarkan di kota Chongjin, bagian Utara Provinsi Hamgyung, Korea Utara.
Melihat kejadian yang mengerikan di negara kelahirannya lantaran banyak kematian disebabkan oleh kelaparan tersebut membuat Park berpikir untuk membawa sang adik laki-laki keluar dari Korea Utara.
"Harapan terakhir ayah saya adalah menyelamatkan adik laki-laki saya," ujar Park, "Suatu hari dia terbangun dan memberi isyarat kepada saya agar saya pergi."
"Itulah alasan mengapa saya melarikan diri dari Korea Utara."
Baca Juga: Tak Gunakan Masker, Warga Korea Utara Bakal Dihukum Kerja Paksa Selama 3 Bulan oleh Kim Jong Un
Orang tua Park juga meninggal dunia lantaran kelaparan yang melanda Korea Utara saat itu sangat mengerikan.
Park bisa keluar dari Korea Utara menuju China dengan bantuan seorang pria yang ternyata adalah pelaku perdagangan manusia.
Sesampainya di China ia dipisahkan dengan sang adik laki-laki dan dijual pada pria China seharga 5.000 yuan atau hanya sekitar Rp 1 juta kala itu.
"Saya dijual dan dipisahkan dari adik saya. Dia dikirim kembali ke Korea Utara. Sampai saat ini saya tidak tahu apakah dia hidup atau mati. Saya dijual ke seorang pria China seharga 5.000 yuan," ujar Park.
Dari perbudakan tersebut ia memiliki seorang anak laki-laki, tetapi harus terpisah saat sang anak berusia 5 tahun lantaran kepolisian China menangkapnya dan mengirimnya ke negara asalnya.